Amandemen Konstitusi Bisa Cegah Eksklusivitas Siaran Sepakbola
Berita

Amandemen Konstitusi Bisa Cegah Eksklusivitas Siaran Sepakbola

Caranya dengan memasukkan kata "udara" dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Laode Ida. Foto: KHN
Laode Ida. Foto: KHN
Amandemen Konstitusi ternyata ada korelasinya dengan siaran sepakbola di layar kaca. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida mengatakan amandemen Konstitusi jika terwujud dapat juga bermanfaat untuk menangkal terjadinya pembatasan hak publik untuk menonton tayangan pertandingan sepakbola di layar kaca.

Sebagaimana diketahui, hak siar pertandingan sejumlah liga Eropa selalu diperebutkan oleh stasiun-stasiun televisi, baik itu yang berbayar maupun yang non berbayar (free to air).

Liga Inggris misalnya, sebagai liga paling populer di Indonesia, hak siarnya seringkali berpindah tangan. Masalah muncul jika pemegang hak siarnya adalah stasiun televisi berbayar sehingga hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat tertentu.  

Laode mengatakan masyarakat akan lebih nyaman menonton siaran sepakbola di layar kaca jika Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 diamandemen. Menurut dia, rumusan Pasal 33 ayat (3) seharusnya ditambahkan kata “udara”. Jadi, yang dinyatakan “dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” adalah bumi, air, udara, dan kekayaan alam.

“Udara kita harus dinikmati bersama. Saya dengar, nanti Piala Dunia, kita harus membeli alat lagi bila ingin menonton. Ini bentuk bahwa udara kita (frekuensi siaran televisi,-red) dikuasai oleh segelintir orang. Dan ini tidak ada yang mempersoalkan,” ujarnya.

Sebagai informasi, pemilik hak siar Piala Dunia 2014 Brazil untuk Indonesia adalah TVOne dan ANTV. Dua stasiun televisi free to air ini dimiliki oleh Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Selain TVOne dan ANTV, televisi berbayar K-Vision juga memegang hak siar Piala Dunia 2014 Brazil.

Menurut Laode, draf amandemen UUD 1945 usulan DPD sudah memasukkan kata “udara” dalam rumusan Pasal 33 ayat (3).

Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN) Prof. JE Sahetapy yang ikut dalam proses empat tahap amandemen konstitusi sebelumnya mengatakan bahwa Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang cukup sensitif. Ia mengungkapkan bahkan ada ahli yang menangis agar ketentuan ini tidak diubah.

“Dulu, salah seorang yang rajin membicarakan dan ingin mempertahankan Pasal 33 adalah menantu Bung Hatta yang ahli ekonomi (Prof. Sri Edi Swasono,-red),” kenangnya.

Sekadar mengingatkan, Pasal 33 UUD 1945 tidak mengalami perubahan selama amandemen konstitusi. Hanya saja, pada amandemen keempat, ada dua ayat yang ditambahkan ke dalam pasal ini, yakni ayat (4) dan ayat (5).

Ayat (4) lengkapnya berbunyi,“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Sedangkan, Ayat (5) berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”.
Tags:

Berita Terkait