Anggaran Penanggulangan Kematian Ibu Minim
Berita

Anggaran Penanggulangan Kematian Ibu Minim

Anggaran sektor kesehatan dalam APBN kurang dari lima persen. UU No. 26 Tahun 2009 mendorong prosentase anggaran yang lebih besar.

Oleh:
Dny
Bacaan 2 Menit
Anggaran Penanggulangan Kematian Ibu Minim
Hukumonline

Target Indonesia untuk menekan angka kematian ibu menjadi 110 pada 2015 mendatang tampaknya belum tentu tercapai. Sesuai Millenium Development Goal’s (MDG’s), pada 2007 lalu angka kematian masih mencapai 228 per 100.000 orang. Target capaian itulah yang belakangan menjadi pertanyaan ketika bersinggungan dengan anggaran sektor kesehatan.

 

Direktur Penelitian Women Research Indonesia (WRI), Edriana Noerdin, termasuk pihak yang mengkhawatirkan target tersebut tak tercapai. Menurut Edriana, salah satu penyebab kekhawatiran itu adalah anggaran minim. Undang-Undang No. 26 Tahun 2009 sebenarnya memproyeksikan anggaran sektor kesehatan hingga 5 % dari APBN dan 10 % dari APBD. Sedangkan, organisasi kesehatan sedunia, WHO, berharap negara anggota mengalokasikan 15 % APBN untuk bidang kesehatan.

 

Hasil penelitian WRI di daerah menunjukkan bahwa alokasi anggaran kesehatan masih rendah berkisar antara 4 % – 7 % dari total APBD. Sementara alokasi untuk  kesehatan reproduksi, rata-rata masih kurang dari 3 % dari total alokasi anggaran langsung dinas kesehatan. Menurut Adriana, permasalahan anggaran berdampak ke berbagai hal. Bisa berhubungan dengan tenaga pembantu persalinan yang dipilih oleh masyarakat. Hasil penelitian memperlihatkan motivasi bidan tinggal di desa rendah karena kurangnya insentif bagi bidan khususnya untuk penempatan di daerah terpencil dan miskin.

 

Akibatnya, jumlah bidan desa yang sangat kurang dibandingkan dengan jumlah penduduk. Penyebarannya pun tidak merata. Edriana mengungkapkan, banyak desa yang belum tersedia bidan sehingga masyarakat harus mengakses desa tetangga dengan konsekuensi jarak temput yang jauh dengan minimnya sarana transportasi. “Selama ini terjadi, bidan PTT bisa setahun dua tahun tidak terima gaji,” terang Edriana. Kalaupun gaji dirapel, penerimaannya disesuaikan dengan anggaran. Misalnya hanya keluar untuk dua bulan atau tiga bulan terlebih dahulu.

 

Dari segi masyarakat, Endriana melihat ada persoalan yang dihadapi kaum ibu. Mereka masih sering menggunakan tenaga dukun kampung, atau bahkan melahirkan di rumah. Alasannya, mereka tidak mampu membayar bidan.

 

Klaim Asuransi Kesehatan utnuk Warga Miskin (Askeskin) juga terkendala anggaran. Klaim Askeskin, sering kali sulit dilakukan, dengan alasana pemerinth tidak memiliki dana. Terkadang, Askeskin baru dibayar enam bulan setelah klaim, itu pun tidak langsung seluruh klaim dibayar.

Tags: