​​​​​​​Antara Perlindungan Hukum dan Jerat Hukum Oleh: Riki Perdana Raya Waruwu*)
Kolom

​​​​​​​Antara Perlindungan Hukum dan Jerat Hukum Oleh: Riki Perdana Raya Waruwu*)

​​​​​​​Terkait dengan pelapor tindak pidana yang melakukan konferensi pers.

Bacaan 2 Menit

 

Pertimbangan majelis hakim secara spesifik menyebutkan perbuatan menyiarkan ke media tidak dibenarkan. Hal ini karena perbuatan tersebut berlebihan dan bertentangan dengan kewajiban memberikan laporan hanya kepada penegak hukum/pihak yang berwenang (UU LPSK/KUHAP). Menyiarkan suatu laporan yang ternyata memiliki bukti yang lemah dapat dikategorikan sebagai laporan dengan iktikad tidak baik yang berpotensi menyebabkan terjadinya "pencemaran nama baik/fitnah" atas diri terlapor.

 

Dengan demikian ketentuan Pasal 10 ayat (2) UU LPSK khususnya frasa "tuntutan hukum terhadap pelapor atas kesaksian dan laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap” tidak bersifat mutlak penerapannya sepanjang bertentangan dengan kewajiban menyampaikan laporan hanya kepada penegak hukum dan tidak melakukan konferensi pers.

 

Konferensi pers dalam KBBI memiliki arti pertemuan pers yang diadakan oleh seorang tokoh untuk memberitahukan hal yang penting di hadapan wartawan dan utusan kantor berita untuk disebarluaskan melalui media massa. Pemberitaan dalam suatu konferensi pers menjadi penting untuk diketahui oleh masyarakat luas karena menyangkut hak atas informasi, hak-hak yang berkaitan dengan perlindungan, keselamatan, rasa aman dan lain-lain sedangkan laporan yang belum pasti isinya dan ditujukan untuk kepentingan satu atau beberapa orang saja ketika diberitakan maka tidak sejalan dengan maksud diadakannya suatu konferensi pers.

 

Pada akhirnya pemberitaan membentuk opini negatif terhadap terlapor serta bertentangan dengan asas Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence). Pertanyaan penutup adalah bagaimana apabila pelapor tidak aktif mengadakan pertemuan pers namun justru awak media bertanya perihal isi laporan maka hal demikian ini tidak termasuk kategori konferensi pers namun pelapor mesti mampu memilah informasi umum yang dapat diketahui publik dan informasi dalam wilayah penegakan hukum.

 

Penutup

Pelapor tindak pidana mestinya dilindungi dari kekerasan/ancaman kekerasan termasuk dari tuntutan hukum namun laporan yang disampaikan dengan iktikad tidak baik layak di jerat hukum. Iktikad tidak baik pelapor ialah menyiarkan isi laporan ke media sehingga bertentangan dengan kewajiban menyampaikan laporan kepada penegak hukum/pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud UU LPSK dan KUHAP, karena hal tersebut berdampak terbentuknya opini negatif tentang terlapor serta  tidak selaras dengan asas Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence). Untuk itu, setiap laporan wajib disampaikan  dengan iktikad baik dan perlu adanya persamaan persepsi di kalangan awak media mengenai penyebaran informasi yang berpotensi menyebabkan pencemaran nama baik/fitnah.

 

*)Dr. Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H., adalah Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas MA

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait