Antisipasi Masalah Hukum Sebelum dan Setelah Pernikahan Sah
Berita

Antisipasi Masalah Hukum Sebelum dan Setelah Pernikahan Sah

Jadi, persiapan suatu pernikahan harus dilakukan secara matang, harus siap fisik, mental, psikis, sosial, ekonomi, batin, budaya dan spiritualnya agar terhindar dari permasalahan hukum pernikahan baik itu KDRT hingga perceraian.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi. Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, dalam sebuah pernikahan seringkali mendapatkan permasalahan, dari mulai ekonomi, keluarga kedua belah pihak, perselingkungan, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain.

Bahkan, sebelum melaksanakan pernikahan pun terdapat beberapa permasalahan yang mengakibatkan pernikahan tidak sah. Bila sampai ke jenjang pernikahan, diperkirakan mendapatkan permasalahan setelah menikah. Untuk itu, sebelum menikah diharuskan untuk lebih siap secara fisik, psikis, batin, spiritual, sosial, dan budayanya.

Pandangan itu disampaikan Ketua Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI), Heru Susetyo. “Permasalahan pernikahan tidak hanya terjadi setelah menikah, bahkan dapat terjadi sebelum pernikahan dilaksanakan, misalnya batal dalam pernikahan,” kata Heru Susetyo dalam diskusi live yang digelar Klinik Hukumonline, Jum’at (17/4/2021) kemarin.  

Heru memaparkan batalnya pernikahan ini dapat berakibat hukum, bisa diajukan gugatan wanprestasi, bila salah satu pihak melanggar janji untuk melaksanakan pernikahan. Tapi, dilihat terlebih dahulu apa permasalahanya dan apakah janji tersebut ditulis di atas kertas. “Dapat melakukan gugatan wanprestasi, perdata dan pidana, apabila janji tersebut tertulis diatas kertas. Atau berbohong akan menikahkan, tetapi sebelumnya telah melakukan hubungan seksual yang merugikan salah satu pihak, itu ada akibat hukumnya,” kata Heru.

Namun, apabila janji itu hanya secara lisan dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan dalam janji, tidak dapat melakukan gugatan ke pengadilan. Contoh lain, jika seorang sepasang kekasih sudah melakukan lamaran dan salah satu pihak sudah mempersiapkan biaya gedung, makanan, dan lain-lain, tetapi dibatalkan oleh pihak lain. Maka, pihak yang sudah mengeluarkan biaya tersebut dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.

“Jadi, kalau hanya pacaran saja dan janji ingin menikahkan, tidak ada kerugian baik fisik, psikis, batin, seksualitasnya, ekonominya maka tidak bisa dilakukan gugatan ke pengadilan.”

“Maka dari itu sebelum memilih seseorang untuk dinikahkan ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu orang tersebut. Apakah dirinya sudah siap secara fisik, psikis, sosial, batin, budaya dan spiritualnya agar tidak terjadi hal-hal yang malah merugikan salah satu pihak. Jadi, harus dilihat untuk kesiapan dari pasangannya tersebut,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait