Aset Dirampas Tanpa Putusan Pemidanaan, Bisakah?
Utama

Aset Dirampas Tanpa Putusan Pemidanaan, Bisakah?

Penting dicatat, untuk melakukan perampasan aset tak perlu menunggu agar tindak pidana asal (TPA) telah terbukti dan memperoleh putusan inkracht.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Adapun soal pengaturan spesifik mengenai NCB, Budi beranggapan sudah tepat jika dituangkan dalam RUU PA bukan UU Tipikor. Menurutnya, jika NCB diatur dalam RUU PA maka cakupannya akan lebih luas, sehingga dapat pula diterapkan terhadap tindak pidana selain korupsi. Selain untuk kasus korupsi, NCB nyatanya telah banyak diterapkan di Indonesia dalam kasus perampasan asset hasil kejahatan narkotika.

 

(Baca: Dampak MLA Indonesia-Swiss Terhadap Kejahatan Pencucian Uang Lintas Negara)

 

Diterangkan oleh Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Badan Narkotika Nasional (BNN), Bahagia Daichi bahwa proses penyidikan dalam TPPU yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010, yakni mengharuskan adanya predicate crime (tindak pidana asal/TPA) dalam hal ini adalah tindak pidana narkotika. Tanpa adanya TPA, kata Dachi, maka penyidikan TPPU tak akan bisa dilakukan. Bahkan, suatu TPPU yang sudah jelas ‘ada’ TPA-nya belum tentu bisa langsung dilakukan perampasan aset. Hal itu dikarenakan atas setiap kasus harus dipastikan kesesuaian dengan Tempus Delicti.

 

“Misalnya, UU TPPU baru terbit pada tahun 2010, sementara perampasan asset itu dilakukan pada tahun 2009. Itu kan enggak masuk akal,” tukasnya.

 

Penting dicatat, untuk melakukan perampasan aset tak perlu menunggu agar TPA telah terbukti dan memperoleh putusan inkracht. Karena kalau menunggu inckracht maka proses agar aset itu bisa diamankan akan begitu panjang. “Kalau harus menunggu itu, terus enggak bisa diproses TPPU-nya, bisa amblas. Efeknya dengan banyaknya perkembangan teknologi sekarang itu aset bisa lari ke luar negeri,” pungkasnya.

 

Biasanya di BNN, sambung Daichi, begitu kasus predicate crime nya ditangani, setelah sesaat itu juga BNN akan melakukan penyidikan terhadap TPPU (berbarengan). Sekalipun begitu, bukan berarti proses NCB itu mengesampingkan proses peradilan, misalnya bagaimana kita melakukan upaya paksa, pemanggilan, penyitaan penggeledahan, tetap harus ada bukti permulaan yang cukup. Adapun terkait penelusuran aset-aset, pihaknya merasa sangat terbantu oleh PPATK, terutama untuk layering asset uang pada perbankan.

 

“Kemudian kita dibantu juga oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang lain, seperti money changer dan lainnya. Karena mereka itu pintu-pintu untuk melakukan replacement atau layering asset ke mana-mana,” ungkapnya.

 

Ditambahkan Ketua STIH Jentera, Yunus Husein, implementasi penerapan NCB ini tak terlepas dari adanya konsep pembalikan beban pembuktian kepada pelaku (dalam hal pelakunya ada) serta penerapan pengadilan in absentia (dalam hal pelakunya meninggal atau hilang). Yang paling penting dalam NCB ini adalah pertarungan Negara dengan asset, bukan dengan orang (subjek).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait