Aspermigas: RUU Migas Belum Mencerminkan Semangat Pasal 33 Konstitusi
Utama

Aspermigas: RUU Migas Belum Mencerminkan Semangat Pasal 33 Konstitusi

UU Migas dinilai belum memberikan kepastian hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Menurut Mustiko kuasa pertambangan sebagaimana diatur RUU Migas tidak tepat jika posisinya berada di tangan pemerintah. Misalnya jika suatu saat terjadi sengketa. Saat ini posisi pemerintah sebagai regulator dan eksekutor. Absennya kepastian hukum dalam UU 22/2001 membuat investor asing menjauh dari Indonesia. Bahkan insentif yang ditawarkan Kementerian Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak mampu mengundang investor untuk masuk.

“Posisi pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan sangat disayangkan,” ujarnya.

Konsekuensi hukum dari mandat Pasal 33 UUD 1945, menurut Mustiko yakni kuasa pertambangan dikuasai negara, bukan pemerintah. Usaha migas harusnya bundling, meliputi kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan, dan niaga. Kuasa usaha pertambangan migas harus berada di tangan BUMN migas.

Secara umum Mustiko menyimpulkan RUU Migas belum sesuai mandat Pasal 33 UUD 1945. Kuasa usaha pertambangan migas seharusnya tidak dapat didelegasikan kepada pemerintah karena pemerintah bukan negara. BUK seharusnya kepada BUMN yang siap melakukan pengelolaan usaha mandiri secara profesional.

Kendati Aspermigas merupakan himpunan dari berbagai perusahaan yang bergerak di sektor migas, tapi Mustiko mengatakan organisasinya ini mendukung dan mengusulkan penggunaan energi baru dan terbarukan. Misalnya untuk menghasilkan daya listrik. Untuk isu korupsi, terutama disektor migas, Aspermigas tegas untuk menghukum berat pelaku korupsi bahkan jika perlu hukuman mati.

Pada kesempatan yang sama anggota Baleg dari fraksi PDI Perjuangan, Johan Budi Sapto Pribowo, menekankan paling penting bagaimana mengimplementasikan Pasal 33 UUD 1945. Anggota Komisi III DPR itu mengusulkan agar Aspermindo memberikan masukan terkait revisi UU Migas ini mengacu pengalaman anggota Aspermindo.

“Kita punya semangat yang sama untuk membuat UU yang baik,” ujar mantan Juuru Bicara Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) itu.

Sebagaimana diketahui, UU 22/2001 telah diuji oleh masyarakat ke MK. Hasilnya, sejumlah pasal sudah dianulir oleh MK. Tapi sayangnya UU yang sedemikian penting itu belum pula direvisi. Berdasarkan pantauan Hukumonline, UU 22/2001 masih masuk dalam daftar Prolegnas 2020-2024 dengan nomor antrian 58.

Proses menyerap aspirasi yang dilakukan Baleg dalam rangka mematangkan draf RUU yang disusun sebagai usulan DPR untuk kemudian nantinya dimasukan dalam Prolegnas Prioritas. Tapi lagi-lagi, keputusan memasukan dalam prolegnas prioritas berdasarkan kesepakatan DPR dan pemerintah serta DPD.

Tags:

Berita Terkait