Mencabut laporan atau menarik kembali laporan pada dasarnya diatur dalam Pasal 75 KUHP dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan. Pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya.
Ada dua jenis delik yang sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa. Dalam delik biasa, perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari pihak yang dirugikan. Ketika korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
Kemudian, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan yang dalam hal ini adalah korban.
Baca Juga:
- Pengertian, Kedudukan, dan Unsur Obstruction of Justice dalam Proses Hukum
- Mengenal Hukum Waris dalam KHI dan KUHPerdata
- Begini Hukumnya Menikah di Usia Dini
Mengutip Pasal 1 butir 24 KUHAP, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan seorang karena hak atau kewajiban berdasar undang-undang kepada pejabat berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana.
Sedangkan pengertian pengaduan, dijelaskan dalam Pasal 1 butir 25 KUHAP adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan Tindak Pidana (TP) aduan yang merugikannya.
Pemberitahuan laporan bersifat umum, meliputi seluruh jenis tindak pidana yang diberitahukan, sehingga laporan bisa dilakukan oleh semua orang yang mengalami, melihat, dan mendengar suatu peristiwa pidana dan tidak dapat dicabut kembali oleh si pelapor.