Babak Baru Polemik UU Kepailitan dan PKPU
Kolom

Babak Baru Polemik UU Kepailitan dan PKPU

Terdapat potensi perbedaan pemahaman dalam pelaksanaannya, khususnya terhadap Pasal 293 ayat (1) pasca putusan Mahkamah Konstitusi.

Bacaan 5 Menit

Terlepas dari substansi isi Putusan yang telah banyak diulas, Penulis akan mencoba melihat dari sudut pandang praktis pelaksanaan pasca putusan MK yang uraiannya sebagai berikut.

Koreksi Ketentuan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) sudah tepat?

Putusan MK No. 23 yang pada intinya mengabulkan sebagian permohonan pemohon khususnya berkenaan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (1) dan 293 (1) UU Kepailitan dan PKPU, maka menarik untuk kami mengulas lebih dalam dari segi praktis mengenai dampak dari putusan tersebut.

Untuk diketahui, isi dari Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU adalah sebagai berikut:

Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU: “Terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.”

Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU: “Terhadap putusan Pengadilan berdasarkan ketentuan dalam Bab III ini tidak terbuka upaya hukum, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.”

Meskipun secara umum isi dari kedua pasal tersebut sama, yakni adanya pembatasan bagi pihak Debitur untuk mengajukan upaya hukum, namun secara substansi kedua pasal tersebut memiliki karakteristik dan akibat hukum yang berbeda satu dengan lainnya.

Jika kita melihat suatu proses PKPU secara keseluruhan dengan menggunakan pendekatan waktu (ref. maks. 20 + 270 hari), maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU adalah ketentuan yang berlaku untuk produk putusan sebelum proses PKPU (maks. 20 hari).

Tags:

Berita Terkait