Badan Pengawas Pemilu Diminta Koreksi Putusan tentang Napi
Berita

Badan Pengawas Pemilu Diminta Koreksi Putusan tentang Napi

Bawaslu: mantan napi punya hak yang dilindungi UUD 1945 dan Undang-Undang.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Dalam pandangan Bawaslu, sepanjang seorang mantan terpidana korupsi mau mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana korupsi, maka ia berhak untuk dicalonkan partai politik. Bawaslu merujuk pada Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama”. Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar mengatakan para mantan napi yang pencalonannya dibatalkan KPU punya hak yang dilindungi UUD 1945 dan undang-undang.

 

Donald menyayangkan sikap Bawaslu. Apalagi jika benar ada arahan dari Bawaslu ke pengawas daerah. “Kami semakin prihatin dengan putusan-putusan yang berasal dari Bawaslu,” tegasnya.

 

Kepala Bagian Temuan dan Laporan Bawaslu, Yusti Erlina, menampik ada arahan dari Bawaslu ke daerah. Bawaslu tidak mungkin melakukan intervensi penanganan perkara di tingkat daerah. Tetapi ia mengklaim apa yang diputuskan panitia pengawas dari daerah sudah sesuai peraturan perundang-undangan. “Saya pikir tidak ada arahan karena proses hukum itu tidak boleh diintervensi. Tetapi yang jelas arahan secara umum adalah bahwa semua proses yang sedang berlangsung berada di koridor peraturan perundang-undangan. Jadi mereka on the track terhadap aturan dan peraturan perundang-undangan. Itu arahan dari Bawaslu. Jadi tidak ada arahan bunyi putusannya harus diakomodir, bunyi putusan harus begini begitu,” terang Yusti.

 

Peneliti ICW bidang Korupsi Politik, Almas Sjafrina bersama sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, secara tegas mendorong Bawaslu untuk melakukan koreksi terhadap putusan lembaga struktural di bawahnya. “Ini adalah bentuk dorongan kami terhadap Bawaslu untuk melakukan koreksi atas putusan yang sudah dikeluarkan oleh Bawaslu di (tadinya) enam daerah”.

 

Almas kembali menekankan mekanisme pengujian terhadap Peraturan KPU adalah melalui uji materi ke Mahkamah Agung sebagaimana disebut secara tegas dalam Pasal 76 ayat (1) UU Pemilu. Sejak diundangkan Kementerian Hukum dan HAM, Peraturan KPU mengikat semua pihak dan harus dijalankan. Kalau Bawaslu ingin melakukan koreksi, seharusnya yang ditempuh adalah judicial review ke Mahkamah Agung.

 

(Baca juga: MA Terima Tiga Uji Materi Peraturan KPU Larangan Koruptor Nyaleg)

 

Senada, pegiat pemilu Hadar Nafis Gumay, mengingatkan agar Bawaslu tidak membuat interpretasi sendiri terhadap pelaksanaan Peraturan KPU. “Kalau kita mau tertib taat hukum, itu harus dilakukan. Kalau Bawaslu tidak setuju dengan peraturan ini, harusnya Bawaslu mengajukan judicial review ke MA. bukan menggunakan palu-palu dalam sidang sengketa mereka,” ujar mantan Komisioner KPU ini.

 

Menurut Hadar, satu-satunya ruang yang tersedia untuk menyelesaikan persoalan antara KPU dan Bawaslu saat ini adalah dengan mendorong Bawaslu untuk mengoreksi putusannya di tingkat daerah. Jika hal ini tidak berhasil, Hadar tengah memikirkan untuk melanjutkan proses ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Tags:

Berita Terkait