BADAPSKI: Jasa Konstruksi Rawan Sengketa
Berita

BADAPSKI: Jasa Konstruksi Rawan Sengketa

Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dinilai lebih efisien untuk industri jasa konstruksi.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Hikmahanto Juwana. Foto: RES
Hikmahanto Juwana. Foto: RES
Jasa konstruksi merupakan salah satu sektor yang cukup rawan dengan sengketa. Sebab, bisnis ini melibatkan banyak pihak dan memiliki layanan yang kompleks. Layanan tersebut mulai dari jasa konsultansi perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Tak heran, klaim di antara para pihak dapat melahirkan sengketa. Misalnya, ketika terjadi kegagalan bangunan atau pengusaha jasa konstruksi tidak berhasil merampungkan pembangunan gedung sesuai terminasi dan syarat-syarat yang disepakati.

“Pemesan gedung tentu saja bisa mempersoalkan kegagalan tersebut lewat jalur hukum. Ada dua jalur yang lazim dipakai untuk menyelesaikannya, yaitu melalui pengadilan umum secara perdata atau di luar pengadilan. Namun, pengusaha jasa konstruksi lebih memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan,” ujar Ketua Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI), Hikmahanto Juwana, dalam sebuah seminar di Universitas Tarumanagara, Selasa (22/9).

Menurut Hikmahanto, penyelesaian dengan cara arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa terbukti efektif dalam penyelesaian sengketa, terutama yang terkait konstruksi. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa hal tersebut juga menjadi salah satu latar belakang berdirinya BADAPSKI. Ia menekankan, institusinya itu hadir untuk menjawab kebutuhan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan beberapa kelebihan.

“Pertama, punya kekhususan di bidang konstruksi dan kedua cara pembiayaannya. Bagi institusi pemerintah yang tergantung pada dana APBN diberi kelonggaran dengan menyampaikan surat jaminan sebagai pengganti biaya administrasi yang nantinya dibayarkan setelah tersedianya anggaran atau pada saat putusan majelis arbitrase diterbitkan,” katanya.

Praktisi Hukum Ahmad Sudiro mengakui, dibandingkan dengan proses beracara di pengadilan, alternatif penyelesaian sengketa bisa dikatakan lebih efisien. Terlebih lagi, dalam bisnis yang cukup kompleks seperti konstruksi. Menurut Sudiro, hal ini lantaran melibatkan partisipasi yang lebih intensif dan langsung dari kedua belah pihak dalam usaha penyelesaian sengketa.

Lebih lajut, Ahmad menjelaskan penyelesaian sengketa di meja arbitrase maupun alternatif lain di luar pengadilan didukung oleh ahli yang memahami persoalan. Ia pun optimis, BADAPSKI bisa menyediakan seperangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan untuk keuntungan para pihak yang bersengketa.

Dengan demikian, organisasi ini dinilainya bisa mengembangkan secara positif pembangunan infrastruktur tanpa adanya sengketa antara para pihak yang dapat menimbulkan terjadinya hambatan fisik dan finansial pada proyek-proyek infrastruktur.

“Hal ini juga bisa mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang biasa terjadi. Serta mencegah terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke pengadilan,” katanya.

Uniknya, BADAPSKI sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa juga menggaet pihak universitas sebagai mitra. Menurut salah satu pendiri BADAPSKI yang merupakan Rektor UNTAR, Roesdiman Soegiarso, mengatakan bahwa BADAPSKI secara serius melibatkan Fakultas Hukum dan Fakultas Teknik UNTAR untuk mendukung badan tersebut menyelesaikan sengketa secara profesionl.

Selain itu, ia mengaku keterlibatan UNTAR dalam penyelesaian sengketa konstruksi di luar pengadilan merupakan upaya mengaplikasikan keilmuan di kampus pada kehidupan masyarakat.
Tags:

Berita Terkait