Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian IV)
Kolom

Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian IV)

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tiga tulisan terdahulu. Masih membahas soal somasi dikaitkan dengan asas exceptio non adempleti contractus.

Bacaan 2 Menit

 

Atas dasar prestasi yang salah, doktrin membedakan dua macam akibat yang berbeda, berdasarkan atas: apakah dengan kekeliruan prestasi (wanprestasi) itu, kreditur menderita rugi dalam wujud kekayaannya menjadi berkurang, karena telah dikeluarkannya ongkos-ongkos (seperti ongkos angkut) dan atau biaya reparasi. Ataukah kerugian kreditur berupa kehilangan keuntungan yang mestinya didapat (keuntungan yang diharapkan). Kerugian dalam bentuk sebagai yang disebutkan pertama, dalam doktrin disebut pelanggaran kontrak yang menimbulkan akibat yang positif, sedang yang kedua disebut pelanggaran kontrak yang menimbulkan akibat yang negatif (Rutten, Vebintenissenrecht, hal. 176). Orang menyebutnya sebagai pelanggaran kontrak yang positif dan pelanggaran kontrak yang negatif. Yang dimaksud dengan “positif“ di sini adalah kerugian  yang benar-benar telah diderita sebagai akibat pelanggaran perjanjian, sedang yang dimaksud dengan “negatif“ adalah kerugian yang masih di atas kertas (dalam perhitungan).

 

Untuk kerugian yang timbul karena wanprestasi yang positif, debitur wajib mengganti tanpa perlu ada somasi (Hof den Haag 14 April 1919, W. 10515 dan 24 Januari 1919, W. 10531, WPNR 1921, hal. 5). Sejalan dengan pendirian seperti itu, kiranya bagi seorang penyewa, untuk menuntut ganti rugi dari pemilik benda sewa, atas dasar kerugian yang timbul dari cacad benda sewa, tidak perlu mendahuluinya dengan suatu somasi (Hof den Haag 16 Juni 1919, W.10527).

 

Sebaliknya wanprestasi yang negatif, disamakan dengan keterlambatan prestasi, sehingga untuk tuntutan ganti rugi diperlukan adanya somasi untuk menetapkan debitur telah wanprestasi.

 

Kesimpulannya: dalam peristiwa-peristiwa tertentu, kreditur tidak perlu melancarkan somasi untuk menuntut pembatalan maupun ganti rugi.

 

Selanjutnya perlu diperhatikan bunyi Pasal 1243 BW yang berbicara tentang keterlambatan memenuhi kewajiban perikatan, yang hanya bisa terjadi pada perikatan yang lahir dari perjanjian. Konsekuensinya, untuk menuntut ganti rugi atas dasar tindakan melawan hukum, tidak perlu didahului dengan suatu somasi, karena hak tuntut ganti rugi pada peristiwa tindakan melawan hukum lahir dari undang-undang (HgH Batavia 12 Januari 1933, dimuat dalam T. 137 hal. 353). Setelah tuntutan ganti rugi dikabulkan oleh Pengadilan, maka debitur bisa terlambat memberikan ganti rugi, untuk mana perlu ada somasi (bersambung).

 

 

 

Purwokerto, 8 September 2010

 

*) Penulis adalah pemerhati hukum. Tinggal di Purwokerto.

 

----------------------------

Catatan literatur:

Asser C. - L.E.H. Rutten, Handleiding tot de beoefening van het Nederlands Burgelijk Recht, Verbintenissenrecht, Algemene Leer der Overeenkomsten, cetakan keempat, Tjeenk Willink, Zwolle 1975.

Asser C. - L.E.H. Rutten, Handleiding tot de beoefening van het Nederlands Burgelijk Recht, Verbintenissenrecht, De Verbintebis in het algemeen, cetakan keempat, Tjeenk Willink, Zwolle 1973.

Duparc          J. Verzameling van Nederlands Indische Rechtspraak en Rechts-litteratuur 1898 – 1907, Martinus Nijhoff 1909

 

---------------------------

 

R.v.J. Semarang 22 April 1903, dimuat dalam Duparc Verz. v. Ned. Ind. Rechtspraak en Rechtslitt. 1898 – 1907

2 Januari 1903, dimuat dalam Duparc.

R.v.J. Surabaya 29 Agustus 1906, dimuat dalam Duparc.

HgH Batavia, 28 Agustus 1912, dimuat dalam T. 106 : 367 

HgH Batavia, 3 November 1904  dimuat dalam Duparc.

Hof den Haag 14 April 1919, W. 10515; dan

Hof den Haag 24 Januari 1919, W. 10531, WPNR 1921.

Hof den Haag 16 Juni 1919, W.10527.

Tags: