Begini Cara Mengajukan Permohonan Restitusi di Pengadilan
Utama

Begini Cara Mengajukan Permohonan Restitusi di Pengadilan

Permohonan restitusi kepada pengadilan selain diajukan melalui LPSK, penyidik, atau penuntut umum, dapat juga diajukan oleh Korban sebelum atau setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Perma No.1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana. Terbitnya Perma ini dilandasi tersebarnya pengaturan restitusi di beberapa peraturan yang berdampak pada ketidakseragaman dalam penerapannya. Perma ini ditandatangani pada 25 Februari 2022 oleh Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin ini dan resmi diundangkan pada 1 Maret 2022.

Materi Perma 1 Tahun 2022 ini mengatur teknis penyelesaian permohonan restitusi dan kompensasi yang diamanatkan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana dan Pasal 31 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi mengatakan materi yang diatur dalam Perma 1 Tahun 2022 ini berupa permohonan restitusi atas perkara tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, diskriminasi ras dan etnis, tindak pidana terkait anak, serta tindak pidana lain yang ditetapkan dengan Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Termasuk mengatur penggabungan permohonan dan pemeriksaan kompensasi dengan restitusi. Perma ini juga mengakui keberadaan Restitusi dalam Hukum Acara Jinayat dengan mempersamakan Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat dengan Restitusi,” ujar Sobandi saat dihubungi Hukumonline, Senin (4/4/2022).

Baca:

Menurutnya, manfaat setelah berlakunya Perma 1 Tahun 2022 ini diharapkan korban, keluarga, orang tua, wali, ahli warisnya, kuasa hukum, atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat mengetahui cara pengajuan ganti kerugian di pengadilan baik itu sebelum maupun sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. “Termasuk bagi hakim ataupun aparat penegak hukum lainnya dapat mengetahui tata cara pemeriksaan permohonan tersebut.”

Dengan begitu, ada dua cara korban tindak pidana dapat memperoleh restitusi yakni pengajuan dan pemeriksaan permohonan restitusi sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap serta pengajuan dan pemeriksaan permohonan restitusi setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait