Belajar Memahami Sengketa Informasi dari Kasus Alfamart
Edsus Sengketa Informasi:

Belajar Memahami Sengketa Informasi dari Kasus Alfamart

Alfamart menjadi salah satu perusahaan swasta yang dimintai informasi publik terkait donasi masyarakat.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Pengumuman donasi masyarakat yang masuk di salah satu gerai Alfamart. Foto: Istimewa
Pengumuman donasi masyarakat yang masuk di salah satu gerai Alfamart. Foto: Istimewa
Pihak yang tidak menerima putusan PTUN atau Pengadilan Negeri dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 hari sejak menerima salinan putusan pengadilan. Begitulah rumusan Pasal 50 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Pengadilan Negeri Tangerang sudah membacakan putusan atas gugatan PT Sumber Alfaria Trijaya –pengelola Alfamart—terhadap putusan Komisi Informasi Pusat pada 18 April lalu. Pengadilan menyatakan tidak dapat menerima gugatan itu, dan berarti majelis tidak memeriksa pokok perkara. Namun, seperti rumusan Pasal 50 UU KIP di atas, batas waktu 14 hari dihitung dari tanggal para pihak menerima salinan putusan. (Baca juga: Pengadilan Nyatakan Gugatan Alfamart Tidak Dapat Diterima).

Alfamart memiliki hak yang dijamin Undang-Undang untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Komisi Informasi Pusat No. 011/III/KIP-PS/A/2016. Perusahaan masuk ke dalam forum penyelesaian sengketa itu setelah tak memenuhi seluruh permintaan informasi yang diajukan Mustolih Siradj, seorang warga Tangerang Selatan.

Mustolih, warga yang juga berprofesi sebagai pengacara, meminta informasi detil sumbangan masyarakat, laporan keuangan perusahaan, dan sasaran penyaluran sumbangan. Sebagai perusahaan terbuka, PT Sumber Alfaria Trijaya sebenarnya sudah mempublikasikan laporan keuangannya di pasar modal. Laporan pelaksanaan sumbangan atau donasi dari masyarakat juga sudah disampaikan ke Kementerian Sosial sebagai lembaga negara yang memberikan izin pengumpulan sumbangan sosial dari masyarakat.

Sebagai pemohon, Mustolih tak terima sikap pengelola Alfamart itu. Setelah menempuh prosedur keberatan ke Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), ia menempuh jalur sengketa ke Komisi Informasi. Sesuai UU KIP, permohon penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi memang baru bisa ditempuh setelah mekanisme keberatan tadi dijalankan. (Baca juga: Bahasa Hukum: Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi).

Bersidang sejak Oktober 2016, Komisi Informasi Pusat akhirnya memutuskan mengabulkan sebagian permohonan Mustolih. Tapi, perlu dicatat, putusan itu bukan dengan suara bulat. Seorang anggota majelis mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion). Evy Trisulo D, anggota majelis dimaksud, berpendapat PT Sumber Alfaria Trijaya tak bisa dikategorikan sebagai badan publik dalam pengertian UU KIP. Toh, ia kalah suara dibanding dua anggota majelis lain.

Sebagai pemohon, Mustolih sebenarnya berharap putusan Komisi Informasi Pusat bisa mengakhiri sengketa informasi tersebut. Fakta berkata lain. Termohon mengajukan gugatan (keberatan) ke PN Tangerang. “Baru kali ini konsumen digugat,” ujar Mustolih saat ditemui hukumonline tak lama setelah menerima relas dari pengadilan.

Memposisikan dirinya sebagai konsumen yang meminta informasi, Mustolih mendapat bantuan tim pengacara. Bahkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan dukungan atas upaya Mustolih mendorong transparasi keuangan sumbangan masyarakat. “Banyak yang menawarkan bantuan ke saya.  Pengurus Besar NU juga memberikan dukungannya kepada saya. Kalau saya menerima semua mungkin kuasa hukum saya ada lebih dari seratus,” ungkapnya.

Sebaliknya Alfamart bersikukuh menolak dikategorikan sebagai Badan Publik dalam konteks UU No. 14 Tahun 2008  tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU KIP, Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislative, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Donasi konsumen melalui Alfamart adalah program pengumpulan donasi sukarela dari konsumen sebagai wujud dukungan perusahaan terhadap aksi-aksi kemanusiaan. “Ini merupakan iktikad baik perusahaan untuk berperan aktif membantu menggalang dan menyalurkan bantuan dari konsumen (yang mekanisme umumnya dari sebagian uang kembalian belanja) kepada masyarakat yang membutuhkan,” jelas Alfamart dalam pernyataan tertulisnya yang diterima hukumonline, Sabtu (18/3). 

Alfamart menegaskan setiap program penggalangan donasi konsumen yang dilakukan bekerjasama dengan yayasan kredibel dan mendapatkan izin dari Pemerintah melalui Kementerian Sosial. Peranan perusahaan adalah menghimpun donasi sukarela dari konsumen melalui kasir-kasir Alfamart. Setiap donasi dari konsumen diberikan struk yang menyebutkan jumlah donasi sebagai bukti. Pada setiap akhir program, donasi dari konsumen sepenuhnya disalurkan kepada yayasan-yayasan yang kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan. Pelaporan dan publikasi atas donasi yang terkumpul, serta penyalurannya kepada yayasan tertentu dilakukan secara reguler melalui media massa, laman atau poster di gerai Alfamart, agar diketahui publik.

Di sebuah gerai Alfamart di Jalan Raden Saleh Depok, misalnya, hukumonline melihat langsung pengumuman donasi yang terkumpul. Terpajang di depan kasir, sehingga setiap orang yang membayar bisa melihat jelas pengumuman tersebut. Di bagian atas tertulis ajakan mulia ”Yuk, bantu anak-anak kurang mampu dengan memberikan tas sekolah, seragam, dan alat tulis”. Pada bagian bawah tertera tulisan laporan pendapatan donasi periode 1-31 Januari 2017 Rp1.203.047.353. Terima kasih atas donasi Anda.

PN Tangerang sudah memberikan putusan. Tinggal proses di Mahkamah Agung untuk memastikan bagaimana akhir sengketa informasi donasi masyarakat di perusahaan swasta itu.

Bagi Komisi Informasi Pusat, putusan PN Tangerang adalah sebuah langkah maju bagi proses penyelesaian sengketa karena majelis hakim menerima eksepsi Komisi itu. "Ini merupakan langkah maju bagi proses penyelesaian sengketa informasi dan telah menempatkan Komisi Informasi sesuai dengan ketentuan UU KIP dan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2011,"kata komisioner Komisi Informasi Pusat, Yhannu Setiawan, dalam rilis yang diterima hukumonline.
Tags:

Berita Terkait