Beragam Tantangan Eksekusi Perkara Lingkungan Hidup
Utama

Beragam Tantangan Eksekusi Perkara Lingkungan Hidup

Ketua Pengadilan Negeri (PN) berperan penting dalam pelaksanaan eksekusi perdata. Belum ada regulasi yang khusus mengatur pelaksanaan eksekusi dalam perkara lingkungan hidup.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Tak lama berselang, PT Kallista Alam mengajukan gugatan baru di tahun 2017. Gugatan yang dilayangkan kepada KLHK itu meminta agar putusan yang sebelumnya telah inkracht agar dinyatakan tidak bisa dieksekusi. Alhasil, PN Meulaboh mengabulkan gugatan tersebut. Tapi di tingkat banding putusan PN Meulaboh itu dibatalkan dengan dinyatakan tidak dapat diterima.

Kemudian penetapan eksekusi terbit tahun 2019. Tapi kembali PT Kallista Alam mengajukan gugatan perlawanan eksekusi bersama 3 gugatan serupa yang diajukan pihak lainnya. Keempat gugatan itu menurut Qodar intinya sama, meminta agar putusan kasasi tersebut tidak bisa dieksekusi.

Menurutt Qodar, makin tertundanya eksekusi terhadap putusan itu, maka nilai ekonomi dari objek sita jaminan berpotensi terus turun. Sekalipun nanti bisa dieksekusi kemudian dilelang, belum tentu hasilnya dapat memenuhi sebagaimana amar putusan. Kewajiban PT Kallista untuk membayar dwangsom juga semakin tinggi.

Oleh karena itu, Qodar mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan eksekusi yakni Ketua PN Meulaboh dan Ketua PN Suka Makmue. Qodar mencatat KLHK sudah berupaya melaporkan perkara ini kepada MA dan Badan Pengawas MA, tapi sampai saat ini belum berbuah hasil. YLBHI/LBH Banda Aceh juga sudah melayangkan surat kepada MA yang intinya agar putusan tersebut bisa dieksekusi, tapi sampai sekarang juga belum ada respon yang positif.

“Akhirnya kami bersama masyarakat di Nagan Raya mengajukan gugatan citizen lawsuit (CLS) kepada Ketua PN Meulaboh dan Ketua PN Suka Makmue yang intinya menuntut segera melaksanakan proses eksekusi,” bebernya.

Mengacu HIR dan RBG, Qodar menjelaskan eksekusi itu berjalan atas perintah dan pimpinan Ketua PN yang memutus perkara di tingkat pertama, dalam hal ini yakni Ketua PN Meulaboh, tapi objek sita jaminan ada di wilayah PN Suka Makmue. Oleh karena itu, Ketua PN Suka Makmue juga berperan dalam proses eksekusi tersebut.

Qodar melihat sejumlah kelemahan dalam pross eksekusi perkara perdata yakni tidak ada batas waktu untuk melakukan eksekusi. Eksekusi dianggap selesai jika dilaksanakan atau tidak dapat dieksekusi oleh pengadilan. Jika eksekusi tidak dilakukan atau dilakukan pembiaran, maka melanggar pedoman penanganan perkara lingkungan hidup yang tertuang dalam SK MA No.36 Tahun 2013 khususnya terkait prinsip daya penegakan.

Sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur secara detail dan konkrit mengenai eksekusi perkara perdata lingkungan hidup. Sehingga acuan yang digunakan dalam eksekusi adalah hukum perdata secara umum yakni HIR dan RBG. “Seharusnya proses eksekusi itu tidak boleh mandek, apalagi sudah tercantum secara jelas dan nyata dalam putusan pengadilan."

Tags:

Berita Terkait