Berawal dari PKPU, Berujung ke Pengadilan
Berita

Berawal dari PKPU, Berujung ke Pengadilan

Jumlah kompensasi atas rilis BPKB jadi masalah utama.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Dua dari empat bank tersebut lantas mengajukan kasasi, namun permohonan kasasi itu ditolak. Menurut Verry, setelah putusan kasasi ini seharusnya sudah tidak ada lagi alasan bagi para kreditur untuk tidak lagi memberikan BPKB kepada konsumen PT KMF. “Sekarang kasasi sudah diputus, seharusnya tidak ada lagi alasan bank tidak merilis itu,” ujarnya.

 

Kompensasi tak layak

Dalam proses perdamaian sebelumnya, mayoritas dari kreditor memang menyetujui, tetapi tidak semuanya termasuk keempat bank yang menjadi Tergugat dalam perkara ini. Salah satu perwakilan Tergugat yaitu BRI Syariah melalui kuasa hukumnya Amirullah Nasution mengatakan alasan pihaknya tidak menyetujui proposal perdamaian karena dianggap merugikan kliennya.

 

Sebab, dari total tagihan kreditur (BRI Syariah) sebesar Rp84 miliar, kompensasi yang ditawarkan dalam proposal perdamaian hanya Rp1 juta per BPKB. Artinya, dari jumlah 1.697 BPKB, kliennya hanya menerima Rp1,7 miliar. Hal ini, menurut Amir selain merugikan kliennya juga melanggar aturan hukum yang ada, seperti Pasal 281 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

 

Pasal 281 ayat 2 UU Nomor  37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

“Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.”

 

“Misalnya mobil jaminan berapa, harga mobil 100 juta, nilai terendah berapa 75 juta, ya dikalikan itu. Kita mau penilaian independenlah, kita bukan mau menghambat putusan itu, proses perjanjian perdamaian mereka. Itu uang masyarakat, harus dipertanggungjawabkan BRI Syariah kepada masyarakat. Ini berlaku UU Perbankan, ada konsekuensi logis disitu, konsekuensi pidana dan yang lainnya,” ujar Amir saat ditemui Hukumonline di kawasan Jakarta Selatan.

 

Mengenai kasasinya yang ditolak, Amir sendiri mengakui pihaknya memang menjadi salah satu kreditor yang mengajukan upaya hukum tersebut. Dan putusan yang diambil para hakim agung, menurut Amir dirasa belum memenuhi rasa keadilan. Karena itu, pihaknya berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

 

“Selama ini kita pelajari, menemukan penerapan hukum yang salah, seperti disetujui 1 BPKB, 1 juta, itu penerapan hukum yang salah. Di Pasal 281 ayat (2) itu dilanggar. Tapi kita sudah konsultasi dengan klien kami setuju aja buat PK karena itu harus ditempuh. Kita menerima putusan 2 hari sebelum due date-nya, itu kita dapat dari pengurus bukan dari pengadilan. Jadi persiapan kita tidak mumpuni untuk kasasi itu. Tapi dengan PK ada pembelajaran, apalagi kita udah pelajari dokumen, perjanjian yang ada kita bisa siap untuk perkara ini,” terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait