Berhati-Hatilah!!! Ada 12 Jenis Pidana Tambahan yang Dapat Dikenakan Terhadap Korporasi
Utama

Berhati-Hatilah!!! Ada 12 Jenis Pidana Tambahan yang Dapat Dikenakan Terhadap Korporasi

Sebagian jenis tindak pidana ini sudah dimuat dalam perundang-undangan khusus. Kini, dimasukkan lagi sebagai ius constituendum.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Istilah ganti kerugian juga dikenal dalam pidana. Tengok saja dalam KUHAP. Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1981 itu menyebutkan ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan  menurut aturan yang ditetapkan dalam KUHAP.

 

Kedua, pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan. Perusahaan yang terbukti merusak lingkungan biasanya dikenakan sanksi berupa perbaikan lingkungan yang dirusak. Atau, jika perusahaan tidak membayar pajak, maka hakim dapat menjatuhkan sanksi berupa pembayaran pajak yang dilalaikan.

 

Ketiga, pembiayaan latihan kerja. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Pasal 12 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan atau kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja. Namun tidak ada kualifikasi tindak pidana dalam UU Ketenagakerjaan yang mengenakan sanksi pembiayaan latihan kerja.

 

Keempat, perbaikan akibat tindak pidana. Jenis tindak pidana ini tidak sepenuhnya baru karena sudah disinggung dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disebutkan dalam Pasal 119 Undang-Undang ini bahwa badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan; perbaikan akibat tindak pidana; pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.

 

Kelima, perampasan barang atau keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana. Aturan pidana semacam ini sudah diatur antara lain dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 164 Undang-Undang ini menyatakan selain pidana penjara dan denda, pelaku tindak pidana dapat dikenakan (i) perampasan barang yang digunakan dalam tindak pidana; (ii) perampasan keuntungan yang diperoleh  dari tindak pidana; dan/atau kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.

 

Keenam, pemenuhan kewajiban adat. Peradilan adat masih diakui antara lain dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, dan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, sepanjang mengenai desa adat. Pasal 51 UU Otonomi Khusus Provinsi Papua menyebutkan peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara warga masyarakat hukum adat bersangkutan. Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat, dan tugas pengadilan ini adalah memeriksa dan mengadili berdasarkan hukum adat masyarakat bersangkutan.

 

(Baca juga: Putusan-Putusan yang Menghargai Pidana Adat)

 

Ketujuh, pencabutan izin tertentu. Dalam UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, pencabutan izin mendirikan bangunan dimasukkan sebagai sanksi administratif. Pencabutan izin usaha banyak disebut dalam perundang-undangan Indonesia.

Tags:

Berita Terkait