Buntut Kasus Davomas, BPPN Ajukan Kasasi
Berita

Buntut Kasus Davomas, BPPN Ajukan Kasasi

Jakarta, hukumonline. Segenap jajaran PT Davomas Abadi Tbk (Davomas) sepertinya belum bisa tidur nyenyak. Rencana perdamaian Davomas dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebelumnya memang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga. Akan tetapi BPPN selaku salah satu kreditur Davomas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Leo/APr
Bacaan 2 Menit
Buntut Kasus Davomas, BPPN Ajukan Kasasi
Hukumonline

Nasib Davomas, perusahaan publik yang bergerak di bidang pengolahan biji coklat, memang masih belum menentu. Kemenangan mereka dengan disahkannya rencana perdamaian (composition plan) kepada kreditur-krediturnya di Pengadilan Niaga memang belum bersifat permanen.

Apalagi proses pengesahannya yang diwanai kontroversi dan bau kolusi. Indikasi adanya kreditur fiktif dan pemalsuan surat kuasa yang begitu kuat, telah membuat beberapa kreditur Davomas menempuh upaya-upaya hukum yang tersedia untuk mencoba mengungkap kolusi tersebut.

Indikasi kreditur fiktif dan pemalsuan surat kuasa mulai terungkap pada proses voting rencana perdamaian Davomas. Arab Banking Corp, melalui kuasanya Frank Taira dan Benny K Harman, adalah pihak yang pertama kali mengungkapkan di muka persidangan bahwa ada kejanggalan dalam surat kuasa 60 kreditur yang memberikan kuasa kepada Darwin Marpaung, SH dari kantor hukum Pacific Asia Advisory Law Services (PAAS).

Benny K. Harman mensinyalir sebagian besar dari 60 kreditur itu merupakan kreditur fiktif. Pasalnya, sebagian besar di antara mereka yang disebutkan sebagai pemegang promes Davomas, tidak pernah membeli promes yang diterbitkan oleh Davomas, bahkan tidak tahu-menahu apa itu Davomas.

Sayangnya, indikasi yang begitu kuat tidak membuat Ny Putu Supadmi, SH selaku Hakim pengawas mengambil tindakan apapun. Putu malah menyampaikan laporan kepada majelis hakim yang memeriksa PKPU Davomas bahwa proses voting tetap sah. Hakim pengawas juga menyatakan, Arab Banking yang menolak untuk memberikan suara dengan pertimbangan bahwa mereka meminta klarifikasi dan verifikasi ulang status kreditur dianggap tidak memberikan suara (abstain).

Puncaknya, majelis hakim yang diketuai oleh Ny. Ch. Kristi Purnamiwulan, tetap mengesahkan perdamaian di tengah gencarnya permintaan dari beberapa kreditur Davomas untuk setidaknya menunda pengesahan sampai diperoleh klarifikasi mengenai status kreditur yang diduga fiktif.

Pertimbangan utama majelis hakim saat itu adalah proses PKPU terikat masalah waktu, dan indikasi tindak pidana tidak menyebabkan proses PKPU harus dihentikan sementara. Menurutnya, apabila ada indikasi tindak pidana harus diperiksa pada forum pengadilan yang lain.

BPPN mengajukan kasasi

Atas putusan pengesahan perdamaian tersebut, BPPN melalui kantor hukum Fuady, Tommy, Aji Wijaya mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Ada beberapa poin yang dijadikan dasar BPPN untuk mengajukan kasasi.

Poin pertama, sebagaimana tertuang dalam permohonan kasasi yang disampaikan pada 25 September 2000, adalah adanya kesalahan berat dalam menerapkan hukum karena keabsahan dan identitas kreditur tidak diselidiki secara layak.

Selain itu, juga terdapat kesalahan berat dalam menerapkan hukum karena tidak mau mempertimbangkan pengakuan kreditur di muka sidang yang akan memberikan keterangan bahwa kreditur tidak pernah memegang promes dan tidak pernah memberikan kuasa.

Untuk memperkuat argumentasi tersebut, kuaasa hukum BPPN mengacu pada ketentuan pasal 269 ayat (2c) jo. Pasal 284 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan (UUK). Inti dari pasal ini menyatakan bahwa hakim wajib untuk menolak mengesahkan perdamaian apabila perdamaian dicapai melalui penipuan atau upaya yang mengarah pada persekongkolan.

Kepentingan negara

Munir Fuady, SH MH LLM, kuasa hukum yang mewakili BPPN, menegaskan bahwa alasan utama pengajuan kasasi karena BPPN  bekerja untuk kepentingan negara. Oleh karena itu dirinya tidak mau setengah-setengah untuk memperjuangkan kepentingan BPPN. "Jadi apapun yang mungkin kami lakukan, ya kami lakukan," kata Munir kepada hukumonline.

Menurut Munir, pertimbangan utama pengajuan kasasi adalah karena hakim tidak memperhitungkan adanya rekayasa dan kreditur fiktif. "Hal tersebut  sangat fatal," cetusnya.

Munir berpendapat bahwa kalau hal itu dipertimbangkan, hasil penghitungan suara akan lain. Padahal kewenangan itu diberikan oleh UUK dengan mengacu pasal 269 ayat (2c). Karena majelis hakim tidak mengacu pada pasal 269 ayat (2c), Munir melihat hal tersebut sebagai kesalahan penerapan hukum.

"Yang kami persoalkan bukan semata-mata masalah penipuan, melainkan keabsahan pemberian kuasa. Harus dilihat yang berikan suara benar nggak. Jangan rancu, jangan dilihat fakta yang ada semata-mata hanya pidana. Padahal ada unsur perdata, bisnis. Yang terjadi kan semuanya diabaikan sama sekali," kata Munir.

Munir menyatakan, mengecek keabsahan surat kuasa merupakan kewenangan pengadilan niaga. Ia menambahkan, isi ketentuan UUK yang menganut pembuktian sederhana juga sering disalahgunakan.

Dalam sidang, majelis hakim menyatakan, untuk membuktikan pemalsuan bukan pembuktian sederhana. Padahal menurtt Munir, membuktikan kepalsuan seperti sidang Davomas kemarin bisa dibuktikan secara sederhana. "Kalau ada saksi yang datang dan langsung membantah 'kan itu sederhana sekali. Yang penting diperiksa dulu," ujar Munir.

Sementara itu kuasa hukum Arab Banking Corp dari kantor Taira & Suyudono menyatakan bahwa kliennya akan mempersiapkan upaya hukum peninjauan kembali apabila permohonan kasasi dari BPPN ditolak oleh Mahkamah Agung.

Kuasa hukum Arab Banking menyatakan, cukup salah satu pihak (kreditur) saja yang mengajukan kasasi. "Pada intinya, keberatan yang mereka (BPPN, Red) ajukan dalam permohonan kasasi juga sudah sudah mencakup keberatan kami," jelas salah seorang pengacara dari kantor Taira & Suyudono.

 

Tags: