Business Judgement Rule, Jembatan Perlindungan Direksi Perusahaan BUMN
Terbaru

Business Judgement Rule, Jembatan Perlindungan Direksi Perusahaan BUMN

Sepanjang telah memenuhi prinsip-prinsip business judgement rule, direksi tak perlu ragu menjalankan aksi korporasi. Tapi di lain sisi, masih terdapat perbedaan definisi tentang kerugian keuangan negara antar UU.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit
Ketua Tim Penulis Buku Potret Business Judgement Rule, Tatu Aditya menerima plakat penghargaan dari Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati. Foto: istimewa.
Ketua Tim Penulis Buku Potret Business Judgement Rule, Tatu Aditya menerima plakat penghargaan dari Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati. Foto: istimewa.

Selama menjalankan prinsip Business Judgement Rule, jalan terus. Pernyataan itu meluncur dari bibir Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Prof. Asep Nana Mulyana saat menjadi narasumber dalam peluncuran buku dan talk show buku Potret Business Judgement Rule Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

 

Mendapat amanah mengelola perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan persoalan mudah. Selain integritas dan kapabilitas secara personal, hanya orang pilihan yang dipandang mampu mengemban amanah mengelola perusahaan plat merah. Tak saja  mengejar keuntungan bagi perusahaan, tapi ada pula tanggung jawab sosial, hingga pengembangan masyarakat.

 

Alih-alih menjalankan semua tugas pokok dan fungsi, perusahaan plat merah masih diatur dengan regulasi yang ketat dalam menjalankan operasional bidang usaha BUMN. Namun, sejatinya konsep business judgement rule menjadi jembatan sebagaimana diatur dalam UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

 

“Karena business judgement rule ini yang melindungi bapak dan ibu (direksi, red) semua di BUMN,” imbuhnya.

 

Dia berpandangan, saat direksi melaksanakan aksi korporasi tak perlu ragu  dan khawatir sepanjang memenuhi prinsip business judgement rule.  Bisnis, menjadi aktivitas usaha yang tidak pasti. Makanya, diperlukan berbagai strategi dan kebijakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, seperti mendapatkan profit. Sebaliknya, bila setiap kerugian perusahaan BUMN dianggap sebagai kerugian keuangan negara menjadi korupsi, orang enggan mengelola BUMN.

 

Sebagai aparat penegak hukum, mantan Kajati Banten itu paham betul kapan bakal menggunakan instrumen hukum  terhadap tindak pidana aksi korporasi yang menyimpang. Tapi begitu, penegak hukum pun memiliki cara tersendiri melindungi direksi yang telah memiliki itikad baik  dalam mengelola perusahaan BUMN berdasarkan prinsip business judgement rule.

 

Seperti adanya itikad baik, tidak adanya konflik kepentingan, tak ada keuntungan tersembunyi, hingga tak adanya perbuatan hukum yang disengaja. Namun bila dalam praktik menjalankan roda usaha perusahaan BUMN terdapat kerugian perseroan, maka menjadi kerugian perusahaan. Sebaliknya, saat untung pun menjadi keuntungan perusahaan.

 

Dosen Hukum Administrasi Keuangan Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang berpandangan, tantangan dalam penerapan business judgement rule  terkait dengan kepemilikan dan pengendalian. Praktik di Indonesia, kata Dian, melupakan konsep penguatan pengendalian dibanding kepemilikan. Makanya, dalam Pasal 2A Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 2016 tentang  Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas mengatur kekayaan negara yang tertanam di BUMN menjadi kekayaan BUMN agar menguatkan pengendalian, bukan kepemilikan.

 

“Maka negara menguatkan pengedalian. Menteri BUMN bertindak sebagai pengendali pemegang saham RUPS, di sisi publik dia sebagai wakil negara atas  kekayaan negara yang dipisahkan,” katanya.

 

Dia menerangkan, saat terjadi sengketa keperdataan misalnya, fungsi-fungsi korporasinya tak dapat diselesaikan dengan ranah publik.  Tapi caranya, dengan menguatkan pengedalian. Sayangnya hal tersebut dilupakan  banyak pihak, khususya aparat penegak hukum. Menurutnya, aparat penegak hukum mestinya melihat penerapan business judgement rule bukanlah pada kepemilikan negara. Tapi soal bagaimana pengendalian negara  terhadap perusahaan BUMN.

 

“Perdebatan sudah selesai ketika negara menguatkan dalam pengedalian. Caranya, salah satunya dengan penerapan business judgement rule.  Sehingga, jangan sampai perdebatan yang terjadi akhirnya  business judgement rule versus authority judgment.

 

Keuangan negara

Soal pengaturan keuangan negara, Prof Asep berpandangan  adanya  perbedaan definisi antara  UU No.30 Tahun 2014 tentang Administasi Pemerintah dan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Bahkan dalam penjelasan UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki definisi berbeda tentang keuangan negara.

 

Dian Puji Simatupang menambahkan, perdebatan  definisi keuangan negara masih mengemuka. Sebab seluruh yang bersumber dari negara merupakan keuangan negara. Definisi tersebut menimbulkan kebingungan manakala terjadi perbedaan definisi keuangan negara antara UU 30/2014, UU 17/2003, dan penjelasan UU Pemberantasan Tipikor.

 

“Kalau semua uang bersumber dari seluruh keuangan negara, kenapa tata kelolanya berbeda. Kenapa dia menggunakan tata kelola perusahaan, sementara negara menggunakan mekanisme anggaran pendapatan belanja negara (APBN),” imbuhnya.

 

Setidaknya terdapat tiga cara dalam mengidentifikasi keuangan negara atau sebaliknya. Pertama, regulasi yang mengatur tidaknya menteri keuangan menjangkau keuangan tersebut. Menurutnya,  BUMN mestinya tidak terjangkau, sebab kekayaan BUMN telah dipisahkan. Kedua, apakah menggunakan mekanisme BUMN. Sementara perusahaan BUMN menggunakan mekanisme korporasi. Ketiga, mitigasi resiko. Sepanjang resiko beban biaya belanja di dalam sektor keuangan tidak dibebankan APBN, maka tidak masuk keuangan negara.

 

Mengacu Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurutnya wujudnya hanya pengelolaan keuangan negara melalui APBN.

 

Dia menerangkan, anggapan kerugian dan melawan hukum dalam praktik kerap dengan tiga hal. Pertama, ada kesalahan atau kelalaian terlepas  ada  tidaknya mitigasi atau manajemen resiko. Kedua, tidak adanya kehati-hatian, kendati telah terdapat standar penerapan pengawasan internal dan tata kelola perusahaan secara baik. Ketiga, tidak adanya upaya tindakan mencegah kerugian atau penyimpangan.

 

“Anehnya, dalam penerapan authority judgment rule  tidak dijelaskan maksud tidak ada kehati-hatian atau kelalaian, karena terlalu umum. Padahal konsep  hukum harus menjelaskan batasan,” imbunya.

 

Dalam praktiknya, perusahaan BUMN acap kali dihadapkan pada resiko dan penyimpangan.  Tapi, perusahaan pun membuat aturan mitigasinya melalui sistem korporasi secara transparan dan akuntabel. Dian mengingatkan, kunci dalam penerapan business judgement rule terletak pada protokol mitigasi dan sistem pengawasan intern BUMN. Dengan demikian, dalam menjalankan pengawasan operasional perusahaan BUMN mengacu  Pasal 20 UU 30/2014.

 

Soalnya, dapat mengidentifikasi tentang apakah tindakan korporasi masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum, administratif, atau  tindakan yang bersifat kerugian negara. Menurutnya, bila terjadi kesalahan kewenangan prosedur akibat ketidakhati-hatian mestinya diselesaikan di ranah administrasi dan korporasi.

 

Lebih lanjut Dian  berpandangan,  identifikasi resiko bisnis menjadi keharusan. Tapi, tak seluruhnya kerugian perusahaan otomatis menjadi kerugian keuangan negara. Dian mengingatkan mengacu Pasal 21 UU 30/2014, kerugian negara dapat diselesaikan secara administrasi, pidana dan korporasi. “Tapi bisnis diselesaikan dengan bisnis dan sanksi korporasi dengan mitigasi yang tersedia,” pungkasnya.

 

Formulasi penyelesaian kerugian

Hukumonline.com

VP Legal Litigation PT. Pertamina (Persero), Jarrod Prastowo memberikan laporan terkait Potret Business Judgement Rule. Foto: istimewa.

 

Dalam buku ‘Potret Business Judgement Rule Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN’,  tim penulis menyodorkan formulasi dalam penyelesaian kerugian keuangan perusahaan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 01/PHPU-PRES/XVII/2019 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2020 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, dapat dijadikan titik tolak  dalam penyesuaian formulasi penyelesaian kerugian keuangan perusahaan.

 

Setidaknya terdapat  dua formulasi atau bentuk tata cara yang ditawarkan yang dibedakan berdasarkan BUMN/ holding BUMN dan anak perusahaan/subholding. Pertama, penyelesaian kerugian keuangan perusahaan BUMN-Holding. Nah hukum berfungsi menilai pelaksanaan business judgement rule dan upaya hukum yang efektif. Yakni menggunakan hukum keuangan negara, hukum pidana dan hukum perdata.

 

Kedua, penyelesaian kerugian keuangan anak perusahaan/subholding. Nah indikator penyelesaikan  kerugian keuangan perusahaan di anak perusahaan/subholding terlebih dahulu dilakukan berdasarkan penilaian melalui dua indikator yang bersifat kumulatif. Yakni indikator tanpa penyertaan BUMN. Kemudian indikator  tidak menerima fasilitas negara.

 

Bila dua indikator tersebut tidak terpenuhi, maka mekanisme penyelesaiannya berlaku formula pertama. Sebaliknya, bila dua indikator  terpenuhi,  maka mengikuti pola penyesuaian formulasi kedua. Nah, agar mekanisme penyelesaian kerugian keuangan anak perusahaan/subholding dapat berjalan, maka terlebih dahulu didukung dengan peraturan internal perusahaan.

 

Karenanya, pengaturan-pengaturan ke depannya dibuat dengan berbasis kompetensi dan profesionalisme. Sebaliknya, peraturan yang tidak berbasis kompetensi dan profesionalisme berdampak bertumpunya kewenangan yang berlebihan pada suatu fungsi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)/ Satuan Pengawas Intern (SPI). Hal tersebut tak sejalan dengan perubahan  paradigma yang diarahkan Presiden dan direalisasikan oleh aparat penegak hukum untuk mengedepankan upaya pencegahan (non-penal).

 

Pengaturan Perusahaan yang belum berbasis kompetensi akan menghasilkan suatu output penilaian yang tidak objektif dan tidak profesional. Padahal, hasil penilaianya sangat berpengaruh pada penentuan sikap direksi untuk bertindak. Secara sederhana, idealnya fungsi legal counsel di suatu BUMN terlibat aktif. Bahkan, berkewajiban menganalisis unsur-unsur pasal dalam dugaan pelanggaran.

 

Kemudian,  fungsi auditor dengan keilmuannya pun berkewajiban menganalisa persoalan yang sama dengan perspektif ekonomi sesuai kompetensinya. Kolaborasi fungsi  tersebut mengikuti pola aparat penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki unit forensik keuangan tersendiri. Serta  terpisah dengan unit penyidik. Dengan demikian,  menghasilkan suatu analisis yang profesional.

 

Analisis fungsi hukum dilaksanakan dengan mengedepankan ‘presumption of no liability’ sebagai penguatan ‘separate entity’ dalam korporasi. Karenanya,  pengkajian mendalam terhadap unsur subjek dan perbuatannya sangatlah penting. Perbuatan dimaksud, dipahami sebagai pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum yang mengandung elemen ‘fraud’  dan konflik kepentingan.

 

Hasil analisa ekonomi dan hukum kemudian dikolaborasikan dan  dirangkum dalam satu laporan yang isinya memberikan pandangan mengenai mekanisme penyelesaian kerugian keuangan perusahaan. Menjadi penting, sebab mekanisme kerugian keuangan perusahaan dapat dilakukan melalui upaya penal dan nonpenal.

 

“Untuk itu, pemilihan mekanisme yang tepat haruslah dilakukan secara akuntabel, ilmiah, dan efektif”.

 

Sementara Menteri BUMN Erick Thohir berpandangan, Buku ‘Potret Business Judgement Rule Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN’  dapat menjadi pegangan bagi para direksi perusahaan yang berada di bawah naungan BUMN. Baginya, peluncuran Buku ‘Potret Business Judgement Rule Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN’ menjadi kegiatan yang dapat menambah wawasan serta  prinsip dan praktik dalam menjalankan roda usaha dengan berpedoman pada business judgement rule. Khususnya para direksi perusahaan BUMN dan pihak-pihak terkait.

 

“Semoga menambah semangat pengabdian kita untuk mewujudkan BUMN untuk Indonesia, sekaligus  juga mendukung program bersih-bersih BUMN”,” pungkasnya.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan PT Pertamina (Persero).

Tags: