Cak Imin Disebut Terima Rp400 juta dalam Tuntutan Eks Dirjen P2Ktrans
Berita

Cak Imin Disebut Terima Rp400 juta dalam Tuntutan Eks Dirjen P2Ktrans

Jamaluddien membantah ada aliran uang ke Cak Imin.

NOV
Bacaan 2 Menit
Eks Dirjen P2KTrans Kemenakertrans, Jamaluddien Malik (tengah). Foto: RES
Eks Dirjen P2KTrans Kemenakertrans, Jamaluddien Malik (tengah). Foto: RES
Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin disebut menerima uang Rp400 juta. Hal ini terungkap dalam surat tuntutan mantan Dirjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KTrans) Jamaluddien Malik yang dibacakan penuntut umum KPK, Abdul Basir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/3).

Basir mengatakan, uang berjumlah Rp6,234 miliar yang diperoleh Jamaluddien dari pemotongan beberapa mata anggaran dan permintaan uang dari rekanan, tidak seluruhnya dinikmati oleh Jamaluddien. Namun, ada sebagian yang belum dipergunakan dan dialihkan kepada pihak lain, seperti Abdul Muhaimin Iskandar dan Achmad Said Hudri.

"Diberikan kepada Achmad Said Hudri sejumlah Rp30 juta, diberikan kepada I Nyoman Suisnaya secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp147,5 juta, diberikan kepada Dadong Irbarelawan secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp50 juta, dan diberikan kepada Abdul Muhaimin Iskandar sejumlah Rp400 juta," katanya.

Selain itu, ada pula uang setoran dari para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Ditjen P2KTrans yang belum sempat dipergunakan dan telah disita dari Sudarso sebesar Rp84,25 juta, serta uang tunai ditemukan di rumah Jamaluddien yang juga telah disita seluruhnya berjumlah Rp302,3 juta.

Dengan adanya sebagian uang telah disita dan dialihkan kepada orang lain, Basir menuntut Jamaluddien untuk membayar uang pengganti Rp5,417 miliar. Apabila tidak dibayar satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Jamaluddien akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Dalam hal Jamaluddien tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Jamaluddien dipidana penjara selama tiga tahun. Selain dituntut membayar uang pengganti, Jamaluddien dituntut dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp400 juta subsidair enam bulan kurungan.

Basir menyatakan, Jamaluddien terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair kesatu, Pasal 12 huruf e UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan primair kedua, Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Bermula sekira akhir 2012 atau setelah Jamaluddien menandatangani Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) pada Ditjen P2KTrans Tahun Anggaran (TA) 2013. Jamaluddien mengadakan pertemuan dengan pejabat eselon II pada Ditjen P2KTrans, yaitu Achmad Said Hudri, Arif Pribadi, Aloysius Eko Hascaryanto, Sodiq, Conrad Hendarto, dan Asyad Nurdin.

Jamaluddien menyampaikan kepada para pejabat eselon II, ada kebutuhan Ditjen yang harus ditanggung masing-masing direktorat. Dimana, pelaksanaannya akan dikoordinir oleh Achmad Said selaku Sesditjen. Sebelum pelaksanaan kegiatan tersebut, Jamaluddien memanggil Achmad Said, Abdul Hadi, dan Sudarso.

Jamaluddien meminta mereka untuk menyetorkan uang kepadanya paling sedikit Rp50 juta dengan cara memerintahkan kepada seluruh PPK pada Ditjen P2KTrans untuk melakukan pemotongan anggaran tahun 2013 pada masing-masing Direktorat dan Sekretariat Ditjen P2KTrans. Adapun teknis dan jumlah pemotongan dikoordinir oleh Achmad Said.

Menindaklanjuti perintah Jamaluddien, Achmad Said meminta para PPK melakukan pemotongan dua sampai lima persen dari beberapa mata anggaran TA 2013. Atas setoran dan permintaan uang dari rekanan, Jamaluddien menerima Rp3,238 miliar melalui Sudarso. Jamaluddien juga menerima uang setoran Rp885,954 juta melalui Syafruddin.

Modus semacam ini juga dilakukan Jamaluddin pada TA 2014. Namun, jumlah uang yang diterima Jamaluddien, baik melalui Sudarso maupun Syafruddin berbeda dengan tahun sebelumnya, yaitu Rp2,11 miliar. Apabila diakumulasikan dari tahun 2013 sampai 2014, uang yang diterima Jamaluddien berjumlah Rp6,234 miliar.

Menurut penuntut umum Kristanti Yuni Purnawanti, uang-uang itu diperoleh Jamaluddien dengan cara memaksa dan menyalahgunakan kekuasaannya. Jamaluddien yang juga merupakan anggota Badan Pertimbangan dan Kepangkatan (Baperjakat) memaksa Sudarso dan para PPK agar mengikuti perintahnya disertai ancaman.

Jika tidak mengikuti perintah Jamaluddien, Sudarso dan para PPK akan dianggap tidak loyal dan akan dipindahkan ke Balitbang. Akhirnya Sudarso dan para PPK terpaksa mengikuti kemauan Jamaluddien. Pasalnya, bagi para PPK yang tidak mempunyai kompetensi di bidang Litbang, pemindahan itu akan menghambat karir mereka.

Adapun bantahan yang disampaikan Jamaluddien di persidangan, ia mengaku ucapan akan memindahkan para PPK yang tidak loyal ke Balitbang hanya gurauan dan tidak bermaksud benar-benar memindahkan ke Balitbang. Terlebih lagi, ia mengaku tidak pernah memberikan penilaian buruk kepada bawahannya.

Namun, Yuni berpendapat, meski Jamaluddien mengaku ancaman itu hanya gurauan, nyatanya akibat ancaman tersebut, para PPK menyetorkan sejumlah uang sesuai perintah Jamaluddien. "Oleh karenanya, bantahan terdakwa yang menerangkan ancaman hanya gurauan, merupakan bantahan yang tidak berdasar," ujarnya.

Tidak hanya itu, Yuni menilai, Jamaluddien terbukti menerima fee Rp14,65 milar dari Kepala Dinas yang membidangi transmigrasi atau calon rekanan dalam pengadaan barang/jasa yang akan dibiayai dari dana Tugas Pembantuan TA 2014. Dari uang Rp14,65 miliar, sebagian diberikan kepada pihak lain, sisanya Rp4,48 miliar digunakan untuk kepentingan Jamaluddien.

"Diberikan kepada Charles Jones Mesang (anggota Komisi IX) melalui Achmad Said, Rp9,75 miliar yang ditukarkan dalam bentuk dollar Amerika Serikat sebagai wujud realisasi komitmen 6,5 persen dari jumlah dana optimalisasi. Kemudian sebagian dari uang itu, AS$20 ribu diberikan kembali ke Achmad Said," tuturnya.

Yuni melanjutkan, ada juga uang yang diberikan Jamaluddien secara bertahap kepada Achmad Said sebesar Rp200 juta, Syafruddin Rp115 juta, dan Dadong Rp105 juta. Dengan demikian, Jamaluddien dianggap terbukti melakukan dua tindak pidana korupsi. Atas tuntutan ini, Jamaluddien dan pengacaranya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi).

Jamaluddien merasa penuntut umum tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang muncul di persidangan. Terlebih lagi soal aliran uang Rp400 juta ke Cak Imin. Ia menegaskan, tidak ada fakta persidangan yang mengungkap adanya aliran dana ke Cak Imin. Baik itu dari keterangan saksi-saksi maupun terdakwa.

"Dalam persidangan nggak ada itu. Saya nggak ngerti, saya juga kaget. Lalu, yang kedua, jaksa-jaksa sepertinya kurang memperhatikan fakta-fakta persidangan, hanya mengambil BAP satu dua orang. Jadi, kita serahkan kepada yang mulia saja bagaimana putusannya. Nggak perlu kecil hati," tandasnya. 
Tags:

Berita Terkait