Catatan Kinerja KPK 2023: Korupsi Jadi Musuh Bersama
Terbaru

Catatan Kinerja KPK 2023: Korupsi Jadi Musuh Bersama

Selain mengingatkan para Penyelenggara Negara dan Wajib Lapor LHKPN periodik 2022 segera menyampaikan laporannya hingga batas akhir pada 31 Maret 2024, KPK mengimbau kepada setiap pegawai negeri atau Penyelenggara Negara, jika ada pihak-pihak tertentu yang memberi sesuatu dalam bentuk apapun, serta berpotensi menimbulkan benturan kepentingan, pemberian atau gratifikasi tersebut harus ditolak.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Kedua, kasus Suap Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api di Wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa-Sumatera. Ketiga, Suap proyek pengadaan layanan digital Bandung Smart City. Keempat, kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Kelima, suap pengkondisian temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.

Keenam, Pemberian hadiah atau janji dalam rangka pengurusan perkara di Kejaksaan Negeri Bondowoso, Jawa Timur. Ketujuh dan delapan yaitu kasus suap proyek pengadaan jalan di wilayah Kalimantan Timur dan kasus Pemberian hadiah atau janji untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Selama 2023, KPK juga mengembangkan penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi dengan pengenaan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sejumlah 8 kegiatan yaitu dengan tersangka Muhammad Syahrir, dari TPK suap dan gratifikasi perizinan di Pemprov Riau; Gazalba Shaleh, dari TPK suap penanganan perkara di MA; Lukas Enembe, dari TPK Gratifikasi di Pemprov Papua; Rijatono Lakka, dari TPK Gratifikasi di Pemprov Papua; Rafael Alun Trisambodo, dari TPK gratifikasi di Ditjen Pajak Kemenkeu; Andhi Pramono, dari TPK gratifikasi di Ditjen Pajak Kemenkeu; Catur Prabowo, dari TPK pengadaan fiktif pada PT Amarta Karya; Syahrul Yasin Limpo, dari TPK pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian.

Kemudian dari sejumlah penanganan perkara di atas, KPK berhasil melakukan Asset Recovery sebesar Rp525,415,553,599. ”Asset Recovery menjadi salah satu sumbangsih nyata hasil pemberantasan korupsi terhadap pemasukan kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” lanjutnya. Selain itu, melalui hibah dan Penetapan Status Penggunaan (PSP), KPK dapat melakukan efisiensi biaya perawatan aset-aset yang dirampas, sekaligus mendorong agar aset-aset itu dapat segera dimanfaatkan pihak lain.

Pada tahun 2023, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dari pengembangan pemeriksaan LHKPN sebagai instrumen pencegahan korupsi yaitu Rafael Alun Trisambodo, diduga menerima gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan RI. Kemudian, Andhi Pramono, diduga menerima Gratifikasi dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengurusan barang ekspor-impor pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Makassar, dan Eko Darmanto diduga menerima Gratifikasi pada Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan RI.

Selama tahun 2023, KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 299 LHKPN. Jumlah ini meningkat sebesar 53% dibandingkan tahun lalu yaitu 195 pemeriksaan. Pada kepatuhan pelaporan LHKPN, tercatat jumlah Wajib LHKPN untuk Tahun Pelaporan 2022 sebanyak 371,096 Wajib LHKPN. Tingkat penyampaian LHKPN per 31 Desember 2023 mencapai 98,90%. Berdasarkan jumlah tersebut Wajib LHKPN yang sudah patuh secara lengkap melengkapi Surat Kuasa mencapai 95.88%.

Nawawi menyampaikan saat ini KPK sedang melakukan kajian perbaikan Perkom No. 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Diantaranya terkait perluasan Wajib Lapor, pemberian sanksi, pengumuman LHKPN yang belum lengkap, dan panduan pencantuman nilai harta.

”Dalam kesempatan ini, KPK sekaligus mengingatkan kepada para Penyelenggara Negara dan Wajib Lapor LHKPN periodik 2022 untuk segera menyampaikan laporannya secara faktual hingga batas akhir pada 31 Maret 2024. Selain itu, untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, KPK juga mengimbau kepada setiap pegawai negeri atau Penyelenggara Negara, jika ada pihak-pihak tertentu yang memberi sesuatu dalam bentuk apapun, serta berpotensi menimbulkan benturan kepentingan, pemberian atau gratifikasi tersebut harus ditolak. Namun jika tidak bisa menolak, segera melaporkannya pada KPK atau melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang ada di instansi masing-masing,” katanya.

Tags:

Berita Terkait