Catatan KontraS Atas Lolosnya 8 Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM
Terbaru

Catatan KontraS Atas Lolosnya 8 Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM

MA diminta menyiapkan secara baik pengadilan HAM Ad Hoc yang akan digelar. Kemudian menyelenggarakan seleksi lanjutan untuk memilih sedikitnya 4 nama dalam kuota minimal hakim Ad Hoc Pengadilan HAM sebanyak 12 nama.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc untuk Pengadilan HAM Tahun 2022 telah mengumumkan para calon yang dinyatakan lulus seleksi tahap akhir yakni wawancara dan profile assessment. Totalnya ada 8 calon hakim yang lolos. Dari 8 calon itu 4 hakim untuk pengadilan HAM tingkat pertama dan 4 sisanya untuk pengadilan HAM tingkat banding.

Sebagaimana tertuang dalam Pengumuman Pansel No.004/Pansel-HAM7/2022 ada 4 hakim Ad Hoc Pengadilan HAM tingkat banding yakni Mochamad Mahin, Fenny Cahyani, Florentia Switi Andari, dan Hendrik Dengah. Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM tingkat pertema terdiri dari Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, Sofi Rahma Dewi, dan Anselmus Aldrin Rangga Masiku.

“Peserta yang dinyatakan lulus sebagaimana tersebut di atas diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat Kumdil Mahkamah Agung,” begitu bunyi poin 3 Pengumuman yang diteken di Jakarta pada 25 Juli 2022 ini.

Baca Juga:

Peserta yang dinyatakan lulus itu diharapkan membawa berkas/dokumen pendukung sebagai bahan pengisian/lampiran LHKPN sesuai formulir yang telah disediakan oleh KPK. Pengumuman yang diteken Ketua Pansel Andi Samsan Nganro dan Sekretaris Pansel Ridwan Mansyur itu menyebut hasil seleksi yang telah diumumkan bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.

Menanggapi hasil seleksi itu, Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, mengatakan ada kejanggalan yang berpotensi membuat jalannya proses pengadilan HAM untuk peristiwa Pelanggaran HAM Paniai 2014 tidak berjalan optimal. Dia melihat ada penundaan waktu pengumuman yang semula dinyatakan bakal disampaikan Jumat (22/7/2022) menjadi Senin (25/7/2022).

Pandangan tersebut menurut Fatia didukung dengan adanya perbedaan pengumuman jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi di tiap tingkatan pengadilan yakni untuk tingkat pertama dan banding. Masing-masing tingkat diisi oleh empat nama hakim. Padahal semula Ketua Panitia Seleksi sekaligus Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Andi Samsan Nganro, menyatakan dalam keterangannya kepada media bahwa akan ada 12 hakim yang direkrut.

Jika dalihnya karena jangka waktu yang sempit menuju menggelar Pengadilan HAM peristiwa Paniai 2014 di tingkat pertama, Fatia berpendapat harusnya maksimal hanya 4 hakim saja yang dinyatakan lulus untuk bertugas di pengadilan HAM tingkat pertama.

Dari hasil pemantauan dan pemeriksaan rekam jejak sejumlah calon hakim itu Fatia mencatat ada potensi konflik kepentingan. Sejumlah hakim merupakan purnawirawan dan atau memiliki rekam jejak aktivitas yang erat dengan TNI. Padahal, dalam peristiwa Paniai hanya ada 1 orang yang ditetapkan sebagai tersangka yakni IS yang berlatar belakang TNI.

Peran Hakim Ad Hoc sangat penting untuk menegakkan keadilan dan hak para korban pelanggaran HAM berat. Oleh karena itu, MA termasuk pansel diharapkan memilih calon hakim yang memenuhi kualifikasi terlepas dari jumlah minimal sebagaimana diatur Pasal 28 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Masa jabatan Hakim Ad Hoc yang dimungkinkan mencapai 10 tahun sebagaimana bunyi Pasal 28 ayat (3) UU 26 Tahun 2000 membuat pentingnya memilih Hakim Ad Hoc yang berkualitas semakin diperlukan,” kata Fatia saat dikonfirmasi, Senin (26/7/2022).

Para hakim yang terplilih itu menurut Fatia tak hanya menangani peristiwa Paniai, tapi juga kasus pelanggaran HAM berat lainnya. Kebutuhan hakim Ad Hoc berkualitas dengan jumlah minimal 12 orang bisa dipenuhi dengan cara seleksi lanjutan dengan memperhatikan waktu yang tak hanya fokus akan adanya Pengadilan HAM dalam waktu dekat.

MA dan Pansel terlihat terburu-buru sehingga proses rekrutmen hakim pengadilan HAM tidak berjalan optimal. Bagi Fatia hal tersebut merupakan dampak dari lambatnya respon Mahkamah Agung dalam menindaklanjuti pengumuman penyidikan peristiwa Paniai oleh Kejaksaan Agung pada Desember 2021. Proses rekrutmen hakim pengadilan HAM Ad Hoc mulai digelar 20 Juni 2022.

Fatia mengusulkan MA untuk menyiapkan secara baik pengadilan HAM Ad Hoc yang akan digelar. Kemudian menyelenggarakan seleksi lanjutan untuk memilih sedikitnya 4 nama dalam kuota minimal hakim Ad Hoc Pengadilan HAM sebanyak 12 nama. Para hakim itu juga bisa bertugas di tingkat banding untuk peristiwa Paniai.

Tags:

Berita Terkait