Corporate Counsel Sudah Bukan Lagi Sebagai Fungsi Penyokong
Utama

Corporate Counsel Sudah Bukan Lagi Sebagai Fungsi Penyokong

Peran corporate counsel sudah lebih banyak menjadi kaca mata perusahaan dalam melihat bisnis dari sisi hukum.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Ketua Indonesian Corporate Counsel Association, Reza Topobroto. Foto: RES
Ketua Indonesian Corporate Counsel Association, Reza Topobroto. Foto: RES
Tatkala mendengar istilah corporate counsel, sering kali asosiasi yang muncul adalah pekerjaan yang sifatnya administratif. Tak heran jika fungsi corporate counsel banyak dipandang lebih berfokus pada pengurusan dokumen-dokumen legalitas dan perizinan perusahaan. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang berpandangan bahwa keberadaan tim corporate counsel hanya menjadi penyedot biaya saja.

Kini, paradigma tersebut sudah usang. Legal Director Microsoft Indonesia yang juga Ketua Indonesian Corporate Counsel Association, Reza Topobroto, menuturkan bahwa korporasi modern akan memandang peran corporate counsel cukup penting. Ia menegaskan, paradigma baru telah memandang bahwa corporate counsel sudah bukan lagi sebagai fungsi penyokong.

“Paradigma sudah berubah. Staf corporate counsel harus bisa mengeksplorasi opini yang mendukung perusahaan mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan profit,” paparnya dalam Indonesia In-House Legal Summit 2015 di Jakarta, Selasa (12/5).

Reza menjelaskan, corporate counsel seharusnya menjadi bagian dari pengambilan keputusan perusahaan. Sebab, opini yang direkomendasikan berfokus pada masalah pengambilan keputusan dan manajemen risiko. Hal ini menurutnya penting menjadi pijakan bagi perusahaan dalam mengambil keputusan.

Reza juga mengatakan, peran strategis itu yang membuat corporate counsel memiliki fungsi berbeda dengan corporate lawyer di law firm. Ia mengatakan, meskipun perusahaan menggunakan jasa lawa firm, tetap keputusan harus datang dari corporate counsel. Sebab, corporate counsel merupakan bagian dari perusahaan. Sementara itu, law firm merupakan institusi karena posisinya yang bukan merupakan bagian dari perusahaan.

“Semua rekomendasi dalam pengambilan keputusan datang dari corporate counsel yang merupakan bagian dari manajemen perusahaan. Sementara itu, tugas-tugas administrasi dan riset lebih banyak dikerjakan oleh corporate lawyer dari law firm,” katanya.

Senada dengan Reza, Lydia Wulan Tumbelaka, Legal Director CIMB Niaga mengatakan kini, peran corporate counsel sudah lebih banyak menjadi kaca mata perusahaan dalam melihat bisnis dari sisi hukum. Pararel dengan itu, menurut Wulan seorang corporate counsel memang harus mampu meminimalisasi risiko bisnis perusahaan. Namun pada saat yang bersamaan, juga harus mampu memastikan risiko yang minimal itu tidak bertentangan dengan integritas.

Namun, Wulan melihat saat ini masih banyak perusahaan besar yang memilih untuk menggunakan jasa corporate lawyer ketimbang corporate counsel. Wulan menilai hal ini berkaitan dengan jenis bisnis yang dijalankan oleh perusahaan.

Menurutnya, ketika perusahaan jarang membutuhkan perspektif hukum dalam mempertimbangkan keputusan bisnisnya maka perusahaan akan menggunakan jasa external lawyer ketika menghadapi masalah hukum yang sifatnya tiba-tiba. “Memang, seharusnya corporate counsel masuk dalam struktur. Tapi mungkin saja perusahaan memiliki pertimbangan bahwa bisnisnya jarang bersentuhan dengan hukum,” ujar Wulan.

Kunthi Hartini, Legal & Compliance Manager Novo Nordisk Indonesia mengatakan, memang tidak ada angka ideal mengenai berapa jumlah pegawai yang harus mengisi posisi corporate counsel. Namun menurutnya, berapapun jumlah corporate counsel yang dipekerjakan, harus bisa bekerja secara efektif dan cerdas. Kunthi mengatakan, keterbatasan sumber daya manusia juga membuat corporate counsel harus pro aktif memberi pemahaman hukum bagi setiap divisi di perusahaan.

“Ini akan sangat membantu dalam menghemat waktu dan uang bagi perusahaan,” pungkasnya.  
Tags:

Berita Terkait