Diingatkan! Potensi Klaster Baru Covid-19 dalam Pendaftaran Pilkada
Berita

Diingatkan! Potensi Klaster Baru Covid-19 dalam Pendaftaran Pilkada

Penyelenggara (KPUD dan Bawaslu) harus memberi sanksi tegas terhadap para pasangan calon kepala daerah yang mengabaikan protokol kesehatan sepanjang proses pelaksanaan pilkada. Tapi, jika tidak ada komitmen atas pencegahan penyebaran Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan lebih baik pilkada ditunda.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pilkada serentak: BAS
Ilustrasi pilkada serentak: BAS

Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 telah memasuki tahap pendaftaran pasangan calon (paslon) kepala daerah. Sejak beberapa hari lalu, masing-masing paslon bersama pendukung berbondong-bondong menuju KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk mendaftarkan diri dalam pesta demokrasi lokal lima tahunan ini.       

Tapi, satu hal yang menjadi sorotan proses pendaftaran paslon pilkada ini tak jarang sebagian daerah melanggar protokol kesehatan terutama bagi para pendukung ataupun simpatisan yang kerap menimbulkan kerumunan massa. “Saya harapkan proses pendaftaran Pilkada Serentak Serentak mengedepankan protokol kesehatan, bukan menjadi klaster baru penyebaran Covid 19 saat pendaftaran paslon,” ujar Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin dalam keterangannya, Senin (7/9/2020). (Baca Juga: Ini Arahab Presiden Soal Pelaksanaan Pilkada Serentak di Masa Pandemi)

Dia mengimbau agar penyelenggara pilkada membuat kebijakan pembatasan jumlah pendamping pasangan calon saat proses pendaftaran. Seperti maksimal satu orang dari partai pengusung dan membatasi iring-iringan jumlah pendukung massa yang sedemikian banyak. Dengan adanya pembatasan massa saat pendaftaran maupun saat kampanye dapat meminimalisir munculnya klater baru dari penyebaran Covid-19.

Sebab, praktiknya di lapangan masih terdapat calon kepala daerah yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) diiringin ratusan pendukung serta mengabaikan protokol kesehatan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun telah menegur calon kepala daerah yang melakukan hal tersebut dan meminta KPUD dan Bawaslu memberikan sanksi tegas, khususnya terhadap calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan.

Politisi Partai Golkar itu menilai tahapan pendaftaran calon kepala daeah yang sudah berjalan sejak pekan lalu tak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19 terutama mencegah munculnya klaster baru dalam pilkada. Dia pun mendorong penyelenggara pilkada serentak dapat mencegah pertemuan tatap muka pada saat kampanye.

Sebab, pertemuan tatap muka dapat menimbulkan kerumunan massa yang tidak sesuai dengan aturan kampanye yang telah ditetapkan oleh KPU pada masa kampanye calon kepala daerah dan protokol kesehatan. Dia pun mendorong agar penyelenggara pilkada serentak memberi sanksi tegas bagi calon kepala daerah manapun yang melanggar aturan protokol kesehatan.

“Ini untuk memberikan efek jera kepada calon kepala daerah yang tidak mampu mengatur kerumunan massa saat kampanye,” ujarnya.

Lebih baik ditunda

Terpisah, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie menilai sebanyak 50 persen pasangan calon kepala daerah melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19 saat pendaftaran pilkada. “Jika tidak ada komitmen atas pencegahan penyebaran Covid-19 (dengan menerapkan protokol kesehatan, red) lebih baik pilkada ditunda,” usulnya.

Berdasarkan pengamatannya, tiga hari proses pendaftaran calon kepala daerah di sejumlah daerah menunjukan banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang mengkhawatirkan. Seperti, tak menjaga jarak, tidak menggunakan masker, dan pengerahan massa sedemikian banyak yang menimbulkan kerumunan saat proses pendaftaran. “Ini sangat mengkhawatirkan, keselamatan warga negara menjadi taruhannya. Padahal, keselamatan warga merupakan hukum tertinggi, Salus Populi Suprema Lex Esto,” ujarnya.

Dia merujuk Peraturan KPU (PKPU) No 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19. Melihat Peraturan KPU 6/2020 banyak pasangan calon kepala daerah yang mengabaikan aturan tersebut. Baginya, penundaan penyelenggaran pilkada serentak menjadi pilihan bila penyelenggara dan peserta tak mampu mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19 secara ketat dan konsisten.

Agar pelaksanaan pilkada serentak berjalan sesuai jadwal 9 Desember 2020, kata dia, dibutuhkan komitmen kuat seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari penyelenggara, peserta, partai politik, hingga masyarakat calon pemilih. Menurutnya, komitmen bersama mematuhi protokol kesehatan menjadi kunci utama penyelenggaraan pilkada serentak di tengah situasi pandemikCovid-19. “Ini pekerjaan rumah bersama,”  katanya.

Lebih lanjut  Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia itu menyarankan pemerintah pusat, pemerintah daerah, Satgas Covid-19, penyelenggara pemilu, pasangan calon serta partai politik dapat duduk bersama. Untuk memastikan penerapan protokol Kesehatan pencegahan Covid-19 sepanjang tahapan penyelenggaraan pilkada serentak sejak Juli hingga 9 Desember 2020.  

“Evaluasi tahapan pendaftaran calon kepala daerah ini, semua pihak harus bergerak cepat untuk melakukan koordinasi dan memastikan di tahapan berikutnya disiplin protokol kesehatan harus benar-benar ditaati,” katanya.

Dia pun mendorong Bawaslu memberi sanksi kepada pasangan calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Konsistensi pemerintah daerah agar menegakkan peraturan daerah (perda) terhadap bagi siapa saja yang melanggar ketentuan protokol kesehatan sangat diperlukan. “Bawaslu dan Pemda dimohon agar menegakkan aturan,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait