Direktur Utama Rumah Sakit Adalah Dokter, Apakah Mutlak?
Kolom

Direktur Utama Rumah Sakit Adalah Dokter, Apakah Mutlak?

Direktur Utama atau Chief Executive Officer Rumah Sakit merupakan jabatan strategis dalam manajemen rumah sakit. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok profesional yang memahami manajemen rumah sakit dan berjiwa enterpreneurship.

Bacaan 7 Menit

Implikasi hukum yang pertama adalah jabatan Direktur Utama Rumah Sakit yang hanya diperuntukkan bagi dokter berpotensi tidak selaras dengan amanah konstitusi dalam Pasal 28D ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Penjaminan hak yang tertuang dalam konstitusi tersebut memberikan mandat kepada Negara dan manfaat kepada rakyat. Mandat dijalankan oleh Pemerintah melalui pemberian perlindungan dan perlakuan yang adil di hadapan hukum (equality before the law) dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk meniti karier hingga puncak. Dalam hal ini, seharusnya Pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan akses seluasnya terhadap posisi jabatan Direktur Utama Rumah Sakit bagi pihak yang berkompeten, baik dokter maupun bukan dokter. Dalam tataran yang lebih tinggi di sektor Pemerintahan, jabatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat ini diemban oleh Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU, yang bukan berasal dari tenaga medis atau dokter, tetapi merupakan teknokrat dan profesional korporasi.

Implikasi hukum berikutnya, pembatasan jabatan Direktur Utama Rumah Sakit hanya bagi dokter berpotensi menimbulkan adanya sekat-sekat profesi yang berpotensi ditafsirkan sebagai monopoli jabatan dan diskriminasi terhadap profesi lainnya. Salah satu profesi yang cukup terdampak adalah perawat. Berdasarkan data Badan PPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, perawat merupakan tenaga kesehatan dengan jumlah terbesar di Indonesia, yaitu berjumlah 376.136 orang (data per 31 Desember 2019). Dalam pelaksanaan tugasnya, seringkali perawat dituntut untuk memahami pola pelayanan rumah sakit dari hulu hingga ke hilir. Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila perawat menjadi salah satu profesi yang diberikan kesempatan menjadi Direktur Utama Rumah Sakit.

Implikasi hukum selanjutnya, pembatasan jabatan Direktur Utama Rumah Sakit hanya bagi dokter berpotensi menghambat masuknya investasi asing dalam pengelolaan rumah sakit karena pola manajemen rumah sakit yang diterapkan di Indonesia berbeda dengan pola manajemen rumah sakit yang diterapkan di beberapa negara dengan sistem kesehatan terbaik.

Direktur Utama atau Chief Executive Officer Rumah Sakit merupakan jabatan strategis dalam manajemen rumah sakit. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok profesional yang memahami manajemen rumah sakit dan berjiwa enterpreneurship sebagai pucuk pimpinan manajemen rumah sakit. Direktur Utama Rumah Sakit harus mampu menyeimbangkan antara orientasi profit dan fungsi sosial dalam pengelolaan rumah sakit. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang membatasi jabatan Direktur Utama Rumah Sakit hanya bagi dokter, sudah saatnya ditinjau ulang. Hal ini mempertimbangkan perkembangan layanan kesehatan di dunia dan di Indonesia.

*)Wahyu Andrianto, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Univeristas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait