Direktur Utama Rumah Sakit Adalah Dokter, Apakah Mutlak?
Kolom

Direktur Utama Rumah Sakit Adalah Dokter, Apakah Mutlak?

Direktur Utama atau Chief Executive Officer Rumah Sakit merupakan jabatan strategis dalam manajemen rumah sakit. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok profesional yang memahami manajemen rumah sakit dan berjiwa enterpreneurship.

Bacaan 7 Menit

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Newsweek, tujuh rumah sakit di Australia berhasil masuk Top 200 Global Best Hospital 2021. Metode penilaiannya didasarkan oleh tiga aspek yaitu, rekomendasi dari medical experts (doctor, hospital manage, health care professionals, etc), hasil survey pasien, dan KPIs medical hospital. Rumah sakit di Australia, dipimpin oleh Dewan Pengurus yang berjumlah lima orang atau lebih dan ditunjuk oleh Gubernur dengan pemberitahuan melalui surat kabar atas rekomendasi dari Menteri. Sekurang-kurangnya satu orang anggota Dewan Pengurus Rumah Sakit adalah dokter. Contohnya adalah Dewan Pengurus The Royal Melbourne Hospital, Australia yang tersusun dari 10 orang dengan berbagai macam latar belakang. Dari 10 anggota dewan tersebut, terdapat dua orang dokter. Selebihnya, berasal dari latar belakang yang beragam yaitu ekonomi, akuntansi, hukum, manajemen, dan teknik. Di Australia, tidak ada peraturan yang menegaskan bahwa Direktur Utama Rumah Sakit harus dokter.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Newsweek, Jerman berhasil masuk dalam Top 200 Best Hospital 2021, bahkan salah satu rumah sakitnya ada yang menempati urutan ke-6 terbaik di dunia. Manajemen rumah sakit di Jerman terdiri dari Komite Eksekutif dan Komite Penasihat. Komite Eksekutif terdiri dari “troika yang meliputi Direktur Medis, Perwakilan Perawat, dan Kepala Administrasi Rumah Sakit. Komite Penasihat terdiri dari dokter senior. Direktur Utama Rumah Sakit, posisinya di atas “troika“ dan seringkali diisi oleh orang yang tidak memiliki latar belakang medis.

Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Bär pada tahun 2008, ditemukan bahwa dari 13 rumah sakit swasta yang berorientasi profit, hanya satu yang dipimpin oleh Direktur Utama yang merupakan dokter dan terdapat sembilan rumah sakit yang dipimpin oleh Direktur Utama berlatar belakang ekonomi. Saat ini, mayoritas rumah sakit di Jerman dipimpin oleh Direktur Utama dari profesi non-kesehatan, terutama ekonom dengan spesialisasi manajemen rumah sakit. Contohnya adalah manajemen University Hospital and Faculty of Medicine Tübingen beranggotakan lima orang, terdiri dari tiga orang dokter dan dua orang dari latar belakang ekonomi. Di Jerman, tidak ada peraturan yang menegaskan bahwa Direktur Utama Rumah Sakit harus merupakan dokter.

Berdasarkan praktik pengelolaan rumah sakit di ketiga negara tersebut, ternyata Direktur Utama Rumah Sakit tidak mutlak dokter. Namun, dibutuhkan Direktur Utama yang memahami manajerial dan bisnis rumah sakit.

Di Indonesia, paradigma pelayanan kesehatan telah berkembang dan mengarah ke sektor bisnis. Hal ini berlaku juga bagi rumah sakit. Tonggak awalnya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 1992 yang memungkinkan rumah sakit dikelola oleh Perseroan Terbatas. Ketentuan ini kemudian diperkokoh dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Peraturan Pemerintah ini memungkinkan investor asing untuk ikut ambil bagian mengelola rumah sakit dalam bentuk Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing. Namun, tidak seperti bentuk Perseroan Terbatas pada umumnya yang hanya berorientasi profit, rumah sakit harus melaksanakan fungsi sosial. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378/MENKES/PER/V/1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah Sakit Swasta.

Rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks karena terdiri dari beraneka ragam profesi dan menampung berbagai permasalahan terkait dengan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan, di mana karakteristik pasien adalah sangat majemuk. Oleh karena itu, kualitas yang baik dari manajemen rumah sakit merupakan hal yang mutlak karena menjadi jantung penggerak pelayanan kesehatannya dan Direktur Utama berfungsi sebagai dirigen atau konduktor agar orkestrasi dalam manajemen terjalin dengan padu serta dinamis.

Kondisi ini disadari oleh Pemerintah dan kemudian dituangkan di dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 971/Menkes/Per/XI/2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan yang mensyaratkan Direktur Utama Rumah Sakit harus memahami Kepemimpinan, Kewirausahaan, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi dan Rencana Tahunan, Tatakelola Rumah Sakit, Standar Pelayanan Minimal, Sistem Akuntabilitas, Sistem Remunerasi Rumah Sakit, Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Intinya, Direktur Utama Rumah Sakit tidak hanya seseorang yang profesional dan memahami bisnis rumah sakit, tetapi juga merupakan enterpreneurship. Namun, dalam kenyataannya, ketentuan tersebut direduksi dengan persyaratan yang mewajibkan bahwa Direktur Utama Rumah Sakit adalah dokter. Hal ini, tentunya menimbulkan beberapa implikasi hukum.

Tags:

Berita Terkait