Dirjen Bea dan Cukai: Perlu Revisi UU Kepabeanan
Berita

Dirjen Bea dan Cukai: Perlu Revisi UU Kepabeanan

Jakarta, hukumonline. Kerugian negara akibat pelanggaran kepabeanan selama 2000 mencapai Rp1,798 triliun. Penyelundupan marak karena banyaknya intervensi dalam ketentuan bea dan cukai. Dirjen Bea Cukai mengusulkan agar UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan agar direvisi.

Ari/APr
Bacaan 2 Menit

Revisi UU No.10 Tahun 1995

Permana mengemukakan bahwa Direktorat Jendral  Bea dan Cukai setelah 5 tahun berlakunya UU No. 10 Tahun 1995 masih merasakan adanya kekurangan. Misalnya saja kurang luasnya kewenangan yang diberikan oleh UU No. 10 Tahun 1995 kepada pihak Bea dan Cukai dalam melakukan pengawasan pengangkutan barang-barang antar-pulau.

Atas hal tersebut, Permana mengharapkan adanya suatu revisi terhadap UU No. 10 Tahun 1995. Revisi itu dengan menambahkan kewenangan yang dimiliki pegawai Bea dan Cukai dalam melakukan pengawasan pengangkutan barang-barang antar-pulau.

"Kalau diperhitungkan dengan menambahkan kewenangan akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi, maka tidak usah dilakukan terhadap semua barang.. ya.. untuk barang-barang tertentu dan daerah-daerah tertentu saja. Tapi itu terserah anggota dewan," ujar Permana.

Ditanya mengenai konsep serta strategi dan perangkat yang digunakan Dirjen Bea dan Cukai dalam upaya memberantas penyelundupan, Permana mengemukakan bahwa dalam hal konsep memang Indonesia nomor satu. "Namun kalau sudah masuk kepada implementasinya, kita berada di urutan paling belakang" cetusnya. Hal tersebut, menurut Permana, disebabkan oleh banyaknya intervensi dalam penanganan Bea dan Cukai.

Intervensi tersebut dapat berasal dari Pelindo, Sah Bandar, truk pengangkut, sampai kepada masalah Perbankan. "Semua intervensi tersebut sangat mempengaruhi pelaksanaan serta implementasi dari ketentuan yang ada," ujarnya. Namun, Permana tidak menyebutkan intervensi mana yang paling memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan ketentuan di bidang Bea dan Cukai.

 

Tags: