Ditunggu, Instrumen Perlindungan Buruh Migran ASEAN
Berita

Ditunggu, Instrumen Perlindungan Buruh Migran ASEAN

Organisasi masyarakat ingin perlindungan juga diberikan kepada buruh yang tak berdokumen lengkap.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
ASEAN membutuhkan perlindungan buruh bersama. Foto: www.aseansec.org
ASEAN membutuhkan perlindungan buruh bersama. Foto: www.aseansec.org
Perlintasan buruh migran antar negara di Asia Tenggara tergolong tinggi. Namun, mobilitas para pekerja lintas negara itu tidak diikuti perlindungan yang memadai. Akibatnya, banyak buruh migran yang haknya tidak terlindungi.

Sejak 2007 ASEAN telah menerbitkan Deklarasi Cebu yang memandatkan negara di asia tenggara untuk menerbitkan instrumen regional yang melindungi buruh migran. Sampai saat ini pembentukan instrumen itu masih berproses, paling lambat harus selesai pada pertemuan ASEAN November 2017 di Manila, Filipina.

(Baca juga: Masuki MEA, Perlindungan Tenaga Kerja Makin Penting).

Program Manajer Advokasi HAM ASEAN HRWG, Daniel Awigra, mengatakan proses pembentukan draft instrumen itu sangat tertutup. Pemerintah di setiap negara ASEAN tidak memberikan naskah draft tersebut kepada masyarakat sipil. Padahal dokumen itu nanti akan diterapkan untuk publik khususnya perlindungan bagi buruh migran dan keluarganya.

(Baca juga: Lindungi Buruh Migran, ASEAN Butuh Instrumen Hukum yang Mengikat).

Walau tidak mendapat draft, pria yang disapa Awi itu mengatakan koalisi organisasi masyarakat sipil di ASEAN menekankan agar ketentuan yang diatur dalam instrumen tersebut melindungi buruh migran dan keluarganya, baik buruh migran yang berdokumen lengkap atau tidak.

Awi menjelaskan sedikitnya ada 4 hal yang menjadi perdebatan antar negara Asia Tenggara dalam membahas instrumen perlindungan buruh migran. Pertama, negara asal buruh migran berharap instrumen itu mengikat (legally binding), tapi negara penerima seperti Malaysia dan Singapura tidak menyetujuinya. Kedua, negara penerima hanya mau memberi perlindungan terhadap buruh migran berdokumen.

Ketiga, negara penerima hanya mau melindungi buruh migran, tidak beserta keluarganya. Keempat, sebagian negara hanya mau menggunakan pendekatan pembangunan, padahal yang perlu dijalankan perspektif HAM. "Kami sebagai perwakilan masyarakat sipil di Asia Tenggara mengusulkan agar instrumen itu bersifat mengikat bagi negara Asean dalam melindungi buruh migran dan keluarganya. Perlindungan itu harus diberikan kepada seluruh buruh migran baik yang berdokumen lengkap atau tidak," kata Awi.

Masyarakat sipil Filipina yang diwakili Centre for Migrant Advocacy Philippines, Ellene S Anna, mengatakan tahun ini genap 50 tahun berdirinya Asean. Oleh karenanya saat ini merupakan momentum penting bagi Asean untuk memiliki instrumen yang melindungi buruh migran. "Pemerintah Filipina harus mendorong diselesaikannya instrumen tersebut sejak 10 tahun lalu berhasil mengawali dengan terbitnya Deklarasi Cebu 2007 silam," tegasnya.

Koordinator Migration Working Group Malaysia, Sumitha Saanthinni Kishna, menekankan pentingnya implementasi setelah instrumen itu diterbitkan. Perlu dibentuk rencana aksi, dengan tujuan dan batas waktu yang jelas." Instrumen itu harus mengikat negara Asean. Selain kepada buruh migran asal Asia Tenggara perlindungan juga perlu diberikan kepada buruh migran yang berasal dari negara lain seperti Nepal, Srilangka dan India," tukasnya.
Tags:

Berita Terkait