Diusulkan Klaster Ketenagakerjaan Dicabut dari RUU Cipta Kerja
Utama

Diusulkan Klaster Ketenagakerjaan Dicabut dari RUU Cipta Kerja

Karena draf RUU Cipta Kerja dinilai melanggar job security, income security, dan social security.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Diskusi bertajuk 'Kesiapan DPR Bahas RUU Cipta Kerja' di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (3/3). Foto: RFQ
Diskusi bertajuk 'Kesiapan DPR Bahas RUU Cipta Kerja' di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (3/3). Foto: RFQ

Pemerintah menargetkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja dapat diselesaikan pembahasannya dalam kurun waktu 100 hari kerja. Namun, Baleg DPR menyangsikan RUU Cipta Kerja dapat selesai dibahas dalam jangka waktu 100 hari kerja jika klaster ketenagakerjaan masih "bercokol" dalam draf RUU Cipta Kerja.

 

“Pembahasan RUU Cipta bisa cepat, 100 hari selesai, asal klaster ketenagakerjaan di-take out (ditarik/dicabut, red) dari draf RUU jika ingin merampungkan pembahasan sesuai keinginan presiden,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (3/3/2020).

 

Seperti diketahui, sejak awal klaster ketenagakerjaan menjadi sorotan kalangan buruh. Bagi kalangan buruh, pengaturan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja tidak lebih baik dari UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena itu, mereka menolak substansi draf RUU Cipta Kerja tersebut. Kini, draft RUU Cipta berada di DPR untuk dilakukan pembahasan bersama pemerintah.

 

Willy menyarankan agar klaster ketenagakerjaan idealnya dicabut dari draf RUU Cipta Kerja. Hal ini didasarkan pada kajian bersama timnya. Bila klaster ketenagakerjaan ini dicabut dari draf, otomatis judul RUU-nya mesti diganti, tak lagi RUU Cipta Kerja. Sebab, secara substansi materi muatan draf RUU cenderung mencerminkan kemudahan investasi dan perizinan dalam berusaha. Baca Juga: Pemerintah Jelaskan Rasionalitas RUU Cipta Kerja  

 

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu menilai pengaturan ketenagakerjaan menjadi komplikasi ketika diatur kembali dalam RUU Cipta Kerja. Karena itu, dia mengusulkan agar klaster ketenagakerjaan dicabut dari draf RUU Cipta Kerja. “Secara official RUU ini belum dibahas. Tapi namanya isu strategis, kita di Nasdem sudah bahas dan undang pembuat RUU ini,” ungkapnya.

 

Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Iswan Abdullah mengamini pandangan Willy. Menurutnya, mencabut klaster ketenagakerjaan adalah cara paling tepat untuk merampungkan RUU yang fokus pada kemudahan investasi dan perizinan usaha ini. Apalagi seluruh serikat pekerja seluruh Indonesia menolak pengaturan ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini.

 

“Ini berbahaya. Saran paling tepat adalah mencabut klaster ketenagakerjaan dari draf RUU,” pintanya.

 

Dia melihat materi muatan RUU Cipta Kerja sejatinya bukanlah kemauan Presiden Joko Widodo. Sebab, dalam beberapa kali pertemuan Presiden dengan pucuk pimpinan beberapa serikat pekerja, ingin menguatkan perlindungan terhadap pekerja. Namun, justru materi muatan RUU ini tentang ketenagakerjaan jauh dari harapan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait