DJKN Siapkan Peringatan Dini BUMN
Berita

DJKN Siapkan Peringatan Dini BUMN

Belajar dari kasus Merpati Airlines.

FNH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah membentuk satu sistem untuk memantau kinerja dan kondisi perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama sektor finansial. Sistem peringatan dini, Early Warning System (EWS), dirilis menjelang akhir tahun 2014.

Sistem EWS diharapkan dapat memenuhi kebutuhan informasi kinerja BUMN. Informasi ini pada nantinya akan berguna bagi pemerintah dalam hal pengambilan kebijakan terkait pengelolaan BUMN dan pelaporan investasi pemerintah.

Jika ditinjau dari peraturan perundang-undangan, sistem peringatan dini atau EWS ini sejalan dengan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara berwenang menempatkan uang negara dan mengelola/menata usahakan investasi.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, dan PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas mengatur bahwa Menteri Keuangan berwenang dalam menyelenggarakan penatausahaan penyertaan modal negara pada BUMN dalam rangka memperkuat struktur permodalan, serta meningkatkan kapasitas usaha BUMN.

Direktur Hukum dan Humas DJKN, Tavianto Noegroho dalam rilis yang diperoleh hukumonline menjelaskan EWS tersebut akan memberikan informasi terkait kondisi kinerja suatu BUMN melalui 13 indikator rasio keuangan yang berasal dari enam pengukuran kinerja utama. Keenam alat ukur itu adalah likuiditas, pengelolaan aset/modal, pemenuhan kewajiban, profitabilitas, arus kas, dan tingkat kesehatan.

Selanjutnya, EWS akan memberikan informasi terkait kondisi suatu BUMN dari empat kriteria, yaitu sangat bagus, bagus, cukup bagus, dan tidak bagus. “Deteksi atas kinerja BUMN tersebut, lanjutnya, tidak hanya berlaku untuk tahun berjalan, tetapi juga untuk proyeksi tida tahun ke depan,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa sistem EWS ini hanya sekadar audit yang dilakukan oleh Kemenkeu. Ia mengingatkan EWS tersebut jangan hanya sekadar konsep yang dibuat oleh Kemenkeu. Ia ragu sistem ini benar-benar akan berjalan sebagaimana mestinya. “Jangan-jangan secara politis sistem ini dicuekin,” kata Uchok kepada hukumonline, Rabu (7/1).

Uchok menyebutkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Secara kelembagaan, BPK memiliki wewenang untuk melakukan audit terhadap pemerintah dan lembaga negara serta pemerintah daerah. Namun apa hasilnya? Hasil audit BPK selalu memberikan rekomendasi yang berulang tiap tahunnya. “Itu artinya audit BPK saja dicuekin,” terangnya.

Namun ia meyakini sistem ini tetap memiliki kemungkinan untuk berjalan dengan benar jika penerapanya dilakukan dengan benar pula oleh pemerintah. Jika tidak, sistem tersebut hanya sekadar konsep yang hanya memberikan informasi, bukan perbaikan BUMN. Untuk itu, diperlukannya kerjasama dengan Kementerian BUMN dan melepaskan egosektoral.

Memang, pemerintah memiliki tujuan yang baik bagi BUMN melalui sistem ini. Tavianto menjelaskan, belajar dari kasus yang menjerat Merpati Airlines, sistem yang dibangun oleh DJKN ini bertujuan untuk mencegah persoalan utang yang membelit BUMN. Melalui sistem ini, pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk melakukan pencegahan terhadap BUMN yang bermasalah.

Lebih lanjut Tavianto mengatakan, jika ditemukan suatu BUMN berada dalam kondisi rawan, maka DJKN akan memperingatkan perseroan melalui Kementerian BUMN. “Sehingga dapat diambil langkah antisipatif untuk mencegah kondisi yang lebih buruk,” jelas Tavianto.
Tags: