DJP Minta Akses Rekening Perbankan Dipermudah
Berita

DJP Minta Akses Rekening Perbankan Dipermudah

Untuk genjot penerimaan pajak.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmani. Foto: SGP
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmani. Foto: SGP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengaku kesulitan mengakses rekening yang ada di perbankan. Kesulitan akses ini menyebabkan kinerja DJP mengumpulkan pajak, terutama dari Wajip pajak (WP) potensial, menjadi terhambat.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8). "Kita (DJP) selama ini merasa kesulitan untuk mengakses rekening di perbankan,” kata Fuad.

Akses perbankan yang mudah, kata Fuad, justru mempermudah DJP untuk mengetahui jumlah kekayaan yang dimiliki WP pribadi dan badan. Jika data perbankan diketahui, pajak yang dikenakan kepada WP kemungkinan akan sesuai dengan harta kekayaan yang dimiliki WP bersangkutan.

Fuad berharap revisi UU Perbankan mempertimbangkan kemudahan akses data rekening perbankan tersebut. Apalagi, penerimaan pajak yang cukup tinggi harus dibarengi dengan kinerja yang efektif, salah satunya dengan mendapatkan data rekening WP.

Fuad menuturkan, kesulitan akses rekening perbankan hanya dialami di Indonesia. Jika melihat negara maju seperti Amerika Serikat, lembaga yang berwenang untuk menarik pajak memiliki kemudahan akses untuk mendapatkan data rekening WP di perbankan. Kemudahan akses juga bertujuan untuk melacak transfer pricing.

Ia mengakui harapan tersebut masih berbenturan dengan UU Perbankan. UU Perbankan jelas menyebutkan rahasia bank sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. “Di sini pentingnya revisi UU Perbankan,” ujar Fuad usai menghadiri rapat bersama Badan Anggaran DPR RI.

Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam mengatakan, sulitnya akses DJP terhadap informasi rekening WP di bank jangan dijadikan alasan tidak tercapainya target penerimaan pajak. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan direvisi, tetapi tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama. “Jangan sampai hal ini menjadi alasan DJP saat target penerimaan pajak tidak tercapai,” katanya.

Ecky menilai, seharusnya DJP menempuh cara lain untuk meningkatkan penerimaan pajak jika usulan tersebut sampai saat ini belum terealisasi. Misalnya, lanjutnya, DJP bisa mengukur kesesuaian data antara aset dan besaran pajak yang dibayarkan.

Selain itu, guna meningkatkan kinerja DJP, Ecky mengaku Komisi XI menyetujui jika DJP menginginkan penambahan pegawai pajak. Apalagi, DJP kerap mengaku kekurangan pegawai pajak sehingga capaian kinerja tidak optimal. Namun ia mengingatkan, penambahan pegawai tersebut harus dipastikan dapat meningkatkan kinerja yang optimal. Hal ini mengingat banyaknya pegawai pajak yang tersandung masalah korupsi. “Penambahan pegawai harus diiringi juga dengan kemampuan DJP menangani pegawainya. Jangan sampai muncul lagi yang seperti Gayus Tambunan,” ujarnya.

Untuk diketahui, target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 ditargetkan Rp1.142 triliun. Besaran ini meningkat dibandingkan dengan target penerimaan dalam APBN Perubahan 2013 Rp995,2 triliun. Sampai dengan 31 Juli 2013, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp484,1 triliun. Sementara realisasi penerimaan pajak dalam APBNP 2012 mencapai Rp 835,25 triliun atau mencapai 94,38 persen dari target Rp885,02 triliun.

Tags:

Berita Terkait