Dosen Uji Formil UU MK dan Persoalkan Syarat Usia Hakim Konstitusi
Berita

Dosen Uji Formil UU MK dan Persoalkan Syarat Usia Hakim Konstitusi

Majelis meminta proses pembentukan UU yang diuji pemohon harus dibuktikan persoalan dari pembentukannya dan memastikan pasal-pasal yang ingin diujikan.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Meski calon hakim konstitusi belum memenuhi syarat usia itu, tapi memenuhi syarat dalam Pasal 24C ayat (5) UUD 1945, maka harus dimaknai telah memiliki hak konstitusional untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi. “Pasal a quo senyatanya telah menimbulkan kerugian konstitusional warga negara yang belum berusia 55 tahun, tetapi memenuhi syarat. Hal itu menutup hak konstitusional warga negara yang telah dijamin konstitusi,” jelas Azhar.

Dengan alasan hukum tersebut, Pemohon meminta agar MK menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD Tahun 1945.

Menanggapi permohonan ini, Anggota Majelis Panel Enny Nurbaningsih menyoroti kedudukan hukum dan kerugian konstitusional yang dialami pemohon. Hal tersebut harus diuraikan secara baik karena berhubungan langsung dengan hak yang diberikan UUD 1945.  “Hak itu harus diuraikan, misalnya dengan Pasal 28D UUD 1945 itu yang dilanggar pasal yang mana dari norma yang diujikan itu! Apakah norma itu menimbulkan kerugian, spesifik atau aktual atau bahkan potensial?” kata Enny.

Untuk pengujian formil, kata Enny, proses pembentukan UU yang diuji pemohon harus dibuktikan persoalan dari pembentukannya. Dari segi sistematika, naskah akademik yang dibuat DPR dan Pemerintah mencakup beberapa bab sebagaimana naskah akademik sebuah perancangan undang-undang.

Terkait waktu yang dinilai terlalu cepat, Enny meminta agar Pemohon dapat memberikan bukti dari ketentuan syarat waktu yang ditetapkan. “Silakan cari bukti ada persoalan prosedur, mulai dari proses pembahasan Tahap I dan Tahap II, yang kemudian tidak dilalui, sehingga pembentukan UU itu menjadi cacat. Ini buktikan ada persoalannya seperti apa saja,” ujar Enny.

Terhadap pengujian materil, Enny meminta agar pemohon memberi argumentasi konstitusionalitas norma yang diujikan secara rinci. Utamanya terkait norma yang dinyatakan dihapus, sehingga dinilai telah merugikan pemohon.

Anggota Majelis Panel lain, Arief Hidayat mengingatkan pentingnya memperhatikan pasal-pasal UU MK dengan UUD 1945 yang menunjukkan pertentangan norma. Sebagai ilustrasi, Arief mencontohkan Pasal 15 ayat (2) huruf d UU MK yang dinilai pemohon bertentangan dengan pasal dalam UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait