DPD Dorong Revisi UU Pengelolaan Sampah
Berita

DPD Dorong Revisi UU Pengelolaan Sampah

Karena perlu aturan penanganan dan pengelolaan sampah yang komprehensif agar tidak terus menjadi persoalan nasional.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi tumpukan limbah sampah di Jakarta. Foto: RES
Ilustrasi tumpukan limbah sampah di Jakarta. Foto: RES

Pertambahan penduduk di Indonesia berdampak pada banyak hal terutama permasalahan kebutuhan tempat tinggal (lahan) dan pengelolaan sampah terutama terbatasnya  tempat pembuangan akhir sampah. Karena itu, perlu dicarikan jalan keluar agar permasalahan pengelolaan sampah dapat teratasi.

 

Wakil Ketua Komite II DPD Bustami Zainudin mengatakan permasalahan sampah di Indonesia, khususnya ibukota telah menjadi masalah nasional yang harus segera dicarikan solusinya. Meski terdapat UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, permasalahan sampah tak kunjung teratasi.

 

Bustami menilai keberadaan UU 18/2008 tak lagi relevan dengan kondisi penanganan sampah kekinian. Menurutnya, perlu ada aturan baru agar menjadi payung hukum yang komprehensif dalam penanganan sampah yang terus menjadi persoalan nasional. “Karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap UU 18/2008,” usulnya. 

 

Anggota DPD Edwin Pratama Putra melanjutkan pengelolaan sampah semestinya dapat diatur secara detil melalui perangkat desa dan kelurahan. Sebab, setiap desa mendapat dana desa sebagaimana diatur UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Karena itu, semestinya dana desa tersebut dapat digunakan dalam penanganan dan pengelolaan sampah.

 

“Sekarang ada dana desa, daripada dana desa itu tidak jelas. Maka bisa digunakan untuk (dana, red) pengelolaan sampah,” ujar Edwin dalam rapat dengar pendapat umum di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (4/2/2020).

 

Senator asal Riau itu mengatakan pelaku usaha atau produsen semestinya dapat memprediksi pasca penjualan produknya ketika produknya selesai digunakan konsumen, maka dapat menjadi sampah. Untuk itu, sebelum izin perusahaan terbit, seharusnya diperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) maupun regulasi pasca produk dikonsumsi.   

 

Ketua Indonesia Solid Waste Association Sri Bebassari menilai pabrik atau produsen sebuah produk menjadi pihak yang bertanggung jawab terkait sampah. Sementara masyarakat bertindak sebagai konsumen bukan faktor utama. Menurutnya, persoalan sampah mesti dipandang mulai hulu hingga hilir.

 

“Persoalan sampah tak melulu pihak konsumen yang bertanggung jawab penuh terhadap persoalan sampah. Padahal, ada pihak produsen yang semestinya memikirkan persoalan produknya mulai hulu hingga pasca penjualan barang komoditinya. Jadi kalau dilihat dari hulu seharusnya perusahaan lebih bertanggung jawab. Jangan masyarakat yang selalu disalahkan,” katanya.

 

Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah, Institut Teknologi Bandung Prof Enri Damanhuri berpendapat secara rutin visual dan estetika setiap hari sampah kerap berserakan di tempat-tempat umum, khususnya di pasar tradisional hingga tempat keramaian umum. Bahkan sungai dan saluran drainase kerap terisi oleh sampah.

 

“Dampak dari sampah yang berserakan di selokan maupun drainase dapat berujung pada banjir di lingkungan masyarakat, bahkan pengelolaan sampah yang tidak maksimal dapat berujung bencana,” kata Prof Enri.  

 

Menurutnya, budaya takut dan mau buang sampah belum terpatri dalam benak masing-masing personal di masyarakat. Karenanya, sebagus dan semampu apapun manajemen pemerintah kota, tanpa adanya kemauan dan kedisiplinan masing-masing personal, maka persoalan sampah bakal tetap dijumpai setiap harinya.

 

Seperti diketahui, penanganan sampah dalam UU 18/2008 diatur dalam Pasal 22. Ayat (1) menyebutkan, “Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi: a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.”

Tags:

Berita Terkait