DPD Telaah Putusan MK Soal UU Cipta Kerja
Terbaru

DPD Telaah Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

Seperti keberadaan UU Cipta Kerja menambah munculnya konflik agraria, hingga nasib aturan turunan yang sudah ada.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 atas uji formil terhadap UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat dikatakan keberhasilan tersendiri dalam mengoreksi kualitas pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan DPR dan pemerintah. Tapi putusan MK tersebut menjadi sorotan di kalangan akademisi dan masyarakat sipil. Tak terkecuali bagi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menyoroti adanya penangguhan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas di berbagai sektor.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Cipta Kerja DPD Alirman Sori mengaku sedang melakukan telaah terhadap implementasi ketentuan yang mengatur bidang pertanahan. Sebagaimana termaktub dalam Bab VIII tentang pengadaan tanah, pengaturannya mengubah sejumlah UU. Setidaknya ada dua yang terdampak dari pembentukan UU 11/2020.

Pertama, UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kedua, UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Tak hanya mengubah sejumlah pasal dalam dua UU tersebut, UU 11/2020 mengamanatkan pemerintah pusat agar membentuk bank tanah.

“Persoalan ini menjadi menarik mengingat konflik agraria dan pertanahan yang kerap terjadi di Indonesia,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komplek Gedung DPD, Selasa (14/6/2022) kemarin.

Baca Juga:

Anggota Pansus Cipta Kerja, Novita Anakotta melanjutkan munculnya UU 11/2020 berdampak terhadap timbulnya konflik agraria. Dia mempertanyakan status UU 11/2020 dari aspek ketatanegaraan dapat membawa hal positif di sektor pertanahan, pembangunan secara nasional, dan investasi.

Lain halnya Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti berpandangan UU 11/2020 secara formil inkonstitusional, meskipun inkonstitusional bersyarat. Tapi, Bivitri melihat putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 layak diapresiasi lantaran mengoreksi mekanisme proses pembentukan perundang-undangan yang dilakukan DPR dan pemerintah.

Tags:

Berita Terkait