Guru Besar FH UGM Tawarkan Solusi Pengaturan Pertanahan Pasca Putusan MK
Terbaru

Guru Besar FH UGM Tawarkan Solusi Pengaturan Pertanahan Pasca Putusan MK

Pilihannya bisa masuk salah satu klaster UU Cipta Kerja atau mengkaji ulang RUU Pertanahan dengan naskah akademiknya. Pemerintah akan mengajukan ulang RUU Pertanahan ke DPR.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Talkshow dan soft lauching buku karya Prof Maria SW Sumardjono (kanan) berjudul 'Pengaturan Pertanahan Pasca Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Antara Dua Pilihan', Sabtu (28/5/2022). Foto: ADY
Talkshow dan soft lauching buku karya Prof Maria SW Sumardjono (kanan) berjudul 'Pengaturan Pertanahan Pasca Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Antara Dua Pilihan', Sabtu (28/5/2022). Foto: ADY

Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang permohonan uji formil UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berdampak terhadap pelaksanaan substansi UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya. Salah satu amar putusan itu menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak meluas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2020.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof Maria SW Sumardjono, menawarkan beberapa alternatif pengaturan bidang pertanahan pasca putusan MK tersebut. Pertama, format pengaturan pertanahan apakah mau dimasukkan sebagai salah satu klaster dalam UU No.11 Tahun 2020 seperti sekarang atau dibentuk dalam RUU Pertanahan yang komprehensif.

Jika diatur dalam UU Pertanahan yang komprehensif, Prof Maria mengusulkan RUU Pertanahan yang gagal disahkan DPR tahun 2019 silam untuk dikaji ulang begitu pula dengan naskah akademiknya. Selain itu, yang paling penting proses pembahasan harus melibatkan partisipasi publik yang bermakna sebagaimana termuat dalam pertimbangan putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020.

“Tinjau ulang RUU Pertanahan dan naskah akademiknya, jangan tambal sulam,” ujar Prof Maria dalam talkshow dan soft lauching buku karya Prof Maria SW Sumardjono berjudul Pengaturan Pertanahan Pasca Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Antara Dua Pilihan, Sabtu (28/5/2022).

Baca Juga:

Kaji ulang RUU Pertanahan itu perlu menyasar sejumlah substansi yang kontroversial. Kemudian dibenahi dan disesuaikan dengan isu baru yang berkembang baik hal positif dari UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Substansi yang “krusial” terkait pertanahan harus diselaraskan secara konsep, prinsip, dan asas sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Prof Maria memberikan contoh beberapa substansi “krusial” pertanahan yang harus disesuaikan dengan asas yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1960 antara lain jangka waktu hak atas tanah; kedudukan hak pengelolaan (HPL); pemilikan satuan rumah susun oleh WNA.

Kemudian, kedudukan hak pakai (HP) yang dipandang sebelah mata; kewenangan bidang pertanahan yang “dikepung” oleh sektor lain seperti kehutanan dan kelautan; keraguan untuk memberikan kepastian hukum terhadap eksistensi masyarakat hukum adat (MHA) dan hak ulayatnya. Serta pembentukan bank tanah yang tergesa-gesa, sehingga mengaburkan tujuan pembentukannya.

Pada kesempatan yang sama Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana, mengatakan walau sebagian sudah masuk dalam UU No.11 tahun 2020, tapi masih ada bagian penting lainnya untuk diatur dalam RUU Pertanahan.

Suyus mengajak masyarakat, khususnya dari kalangan akademisi untuk memberikan masukan terhadap RUU Pertanahan. Dalam rangka pengaturan dan administrasi pertanahan ke depan, pihaknya akan mengajukan ulang RUU Pertanahan ke DPR. “Kami bersama DPR akan melanjutkan RUU Pertanahan yang beberapa tahun lalu tertunda,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait