DPR Minta KPK Prioritaskan Pencegahan dalam Pemberantasan Korupsi
Berita

DPR Minta KPK Prioritaskan Pencegahan dalam Pemberantasan Korupsi

Ibarat orang sakit, yang dilakukan hanya memberikan obat penghilang rasa sakit, tanpa dicari tahu apa penyebab sakitnya.

RFQ
Bacaan 2 Menit
DPR Minta KPK Prioritaskan Pencegahan dalam Pemberantasan Korupsi
Hukumonline
Pemberantasan korupsi kian hari makin gencar dilakukan aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pola penindakan yang dilakukan oleh KPK seolah menjadi prioritas. Padahal, terdapat pola pencegahan yang porsinya mesti diperbesar agar tidak terjadi tindakan korup oleh pejabat negara maupun masyarakat pada umumnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon berpandangan, menghindari korupsi dalam skala besar perlu dilakukan penguatan upaya fungsi pencegahan yang dilakukan KPK. Soalnya fungsi pencegahan yang dilakukan KPK seolah lemah dibandingkan dengan fungsi penindakan. Fungsi pencegahan sedianya dapat dibuat dengan sistem yang baik. Soalnya, korupsi tidak saja terjadi di sektor ekonomi, tetapi juga sektor politik.

“Jadi, pencegahan itu harus menjadi orientasi pemberantasan korupsi KPK,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (10/12).

Peran pencegahan mesti diambil alih KPK, di saat Kejaksaan Agung dan Kepolisian belum dapat maksimal dalam pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, seluruh elemen masyarakat mesti mendukung upaya pencegahan terhadap tindak korupsi yang kian mengakar. Korupsi memang sudah merasuk ke dalam tubuh DPR. Ia berharap tingkat korupsi di DPR akan mengalami penurunan di periode 2014-2019.

Soalnya, kata Fadli Zon, korupsi dalam jumlah besar acapkali disebabkan adanya kolusi yang melibatkan eksekutif dan legislatif. Alhasil, anggaran proyek pemerintah pun dikorup. Oleh sebab itu, diperlukan komitmen anggota dewan agar bersih dari tindakan korupsi. “Sebab kalau kotor, maka politik akan menjadi kotor. Padahal politik itu tidak selalu kotor,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu lebih jauh berpandangan, korupsi dalam jumlah besar bernilai triliunan yang bakal berdampak memiskinkan rakyat. Makanya, korupsi dikategorikan kejahatan luar biasa. Atas dasar itulah KPK diminta membuat prioritas pencegahan, dan penindakan yang maksimal terhadap grand corruption.

“Kalau korupsi kecil cukup ditangani kejaksaan dan kepolisian,” imbuhnya.

Ia berharap pemerintah di bawah tampuk kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla,  membuat sebuah terobosan berupa penjanjian ekstradisi dengan negara tetangga, Singapura. Pasalnya, negeri Singa itu kerap menjadi ‘surga’ bagi para koruptor. Soal itu tadi, Indonesia tak memiliki pernjanjian ektradisi yang berdampak koruptor dapat dengan aman tinggal di negara tersebut. Selain itu, pemerintah Indonesia pun tak dapat menyita aset koruptor di luar negeri.

Anggota Komisi III Aboe Bakar Al Habsyi menambahkan, desain pemberantasan korupsi di Indonesia masih menitikberatkan pada sektor penindakan. Padahal yang terjadi, kata Aboe, bukan perbaikan sistem dan upaya pencegahan. Akibatnya, korupsi terus terjadi.

“Karena pada dasarnya sistem mengkondisikan seseorang untuk korup. Ini ibarat orang sakit, yang dilakukan hanya memberikan obat penghilang rasa sakit saja, tanpa dicari apa penyebab sakitnya,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dikantongi Aboe, periode 2012 Kejaksaan Agung menangani 1.272 perkara korupsi, kepoliisan 1.711 perkara dan KPK hanya 36 perkara korupsi. Padahal biaya penanganan perkara di KPK bisa mencapai Rp300 jutaan. Sedangkan kepolisian per perkara sekitar Rp37 juta. Di lain sisi, gaji penyidik KPK melebihi gaji penyidik kepolisian. 

“Silakan saja dibandingkan bagaimana kinerja masing-masing. Publik tentunya bisa menganalisa bagaimana kinerja dan produktifitas lembaga penegak hukum yang ada dalam melakukan pemberantasan korupsi,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf berpandangan dalam pemberantasan korupsi, DPR melalui lembaga yang dipimpinnya akan menggalang dukungan dengan negara lain memberikan hukuman berat kepada koruptor. Soalnya akibat korupsi dalam jumlah besar, negara berkembang mengalami kerugian hingga AS$5,9 triliun.

Atas dasar itulah, Nurhayati berharap DPR membentuk sistem pencegahan terhadap tindakan korupsi. Sekaligus, meningkatkan kinerja penegak hukum seiring dengan peningkatan anggarannya. “Kita akan bentuk deklarasi bersama antara parlemen di dunia guna mendukung langkah tidak melindungi koruptor di dunia, karena merugikan negara-negara berkembang sampai AS$5,9 triliun,” pungkas politisi Partai Demokrat itu.
Tags:

Berita Terkait