DPR Mulai Bahas RUU Pengaturan Minuman Beralkohol
Berita

DPR Mulai Bahas RUU Pengaturan Minuman Beralkohol

Baleg diminta hati-hati karena RUU ini sensitif.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
DPR mulai bahas RUU Pengaturan Minuman Beralkohol. Foto: Sgp
DPR mulai bahas RUU Pengaturan Minuman Beralkohol. Foto: Sgp

RUU Pengaturan Minuman Beralkohol mulai dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Pembahasan RUU tersebut diharapkan rampung dalam waktu satu tahun. Demikian disampaikan Wakil Ketua Baleg Achmad Dimyati Natakusumah kepada wartawan di Gedung Parlemen, Rabu (27/3).

Dijelaskan Dimyati, RUU Pengaturan Minuman Beralkohol nantinya mengatur tentang pengawasan pemerintah daerah terhadap peredaran minuman beralkohol di wilayahnya. RUU itu juga akan mengamanatkan pembentukan peraturan daerah yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah.

Dimyati mencontohkan daerah-daerah pesisir, dimana masyarakatnya membutuhkan minuman beralkohol untuk menghangatkan tubuh. Contoh lainnya, daerah seperti Bali yang memiliki ritual tertentu dengan mengkonsumsi minuman yang memiliki kandungan alkohol. “Ada aturan turunan nanti dalam bentuk Perda disesuaikan dengan karakteristik daerahnya,” ujarnya.

Ditambahkan Dimyati, RUU Pengaturan Minuman Beralkohol juga menyebut peranan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Khusus BPOM, lanjut dia, perannya adalah mengawasi produksi, distribusi hingga menjaga standar mutu produk yang berkaitan dengan kesehatan.

RUU Pengaturan Minuman Beralkohol rencananya mengatur kewajiban penjual minuman beralkohol memiliki izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Jalur pendistibusian produk minuman beralkohol juga akan diperjelas oleh RUU ini. “Khusus untuk minuman keras impor nanti penekanannya kepada bea cukai,” imbuhnya.

Baleg, kata Dimyati, akan meminta masukan dari sejumlah pihak. Mulai dari kalangan ahli, pelaku industri minuman beralkohol, bea cukai, tokoh masyarakat dan pemuka agama. Untuk diketahui, PPP, partai dimana Dimyati bernaung adalah pemrakarsa RUU Pengaturan Minuman Beralkohol.

Anggota Baleg Harry Witjaksono mengatakan selama ini aturan tentang minuman beralkohol tersebar di beberapa peraturan. Diantaranya, UU No18 Tahun 2012 tentang Pangan, UU No36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Permen Perindustrian No71/M-IND/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol.

Sebagaimana diwartakan hukumonline sebelumnya, Kementerian Perindustrian menerbitkan Peraturan No 71 dengan beberapa pertimbangan. Pertama,minuman beralkohol merupakan barang yang dapat berdampak terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua, usaha pembuatan minuman beralkohol tradisional semakin meningkat.

Selain undang-undang dan peraturan menteri di atas, sejumlah daerah juga berinisiatif membuat peraturan daerah terkait pelarangan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol. Di beberapa wilayah, peraturan daerah ini menuai kontroversi.

Harry Witjaksono mengatakan Baleg harus hati-hati dalam menyusun RUU Pengaturan Minuman Beralkohol. RUU ini, menurut dia, cukup sensitif karena di satu sisi terkait pengusaha minuman beralkohol, tetapi di sisi lain juga menyentuh adat istiadat daerah tertentu. “Undang-undang ini akan sensitif, bukan hanya kearifan lokal tapi berbenturan dengan pengusaha minuman beralkohol,” ujarnya kepada hukumonline.

Harry memprediksi pembahasan RUU Pengaturan Minuman Beralkohol akan berjalan alot. Pasalnya, RUU ini terkait dengan kepentingan sejumlah pihak. “Ada pengusaha, penjual, dan banyak juga banyak orang mencari nafkah dari ini,” ujar Harry.

Sementara itu, melalui telepon, Rabu malam (27/3), Anggota Baleg dari Fraksi PKS, Indra mengatakan semangat Baleg terkait RUU Pengaturan Minuman Beralkohol adalah bagaimana mengontrol dan mengawasi produk minuman keras di kalangan masyarakat. Selama ini, produk minuman keras begitu mudah didapat.

“Kita ingin melindungi generasi muda dari miras (minuman keras) dan membatasi supaya miras tidak mudah beredar begitu saja,” ujar Indra.

Soal potensi RUU Pengaturan Minuman Beralkohol menimbulkan pro dan kontra, Indra berpendapat setiap undang-undang memiliki potensi itu. Namun, dia menegaskan bahwa DPR akan berupaya mengedepankan kepentingan masyarakat luas dibandingkan kepentingan pengusaha atau produsen.

“Baleg DPR memikirkan bagaimana memberikan perlindungan maksimal bagi generasi penerus dan seterusnya. Ketika ada benturan kepentingan, tentu kepentingan masyarakat harus dikedepankan,” katanya.

Tags: