DPR Terbuka Jika Industri Fintech Diatur UU, Tapi….
Berita

DPR Terbuka Jika Industri Fintech Diatur UU, Tapi….

Namun, perlu kajian mendalam terhadap urgensi pengaturan transaksi keuangan digital (fintech).

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Untuk itu, Bambang meminta BI dan OJK sebagai mitra kerja DPR bekerja keras dalam mewaspadai efek negatif dari perkembangan finctech. Sebab, saat ini banyak pengaduan masyarakat terkait layanan fintech yang semakin merisaukan publik. Seperti, penyebaran data pribadi, masalah bunga pinjaman, maraknya layanan fintech illegal, pelanggaran hukum lain.

 

Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi bentukan OJK juga terus bekerja. Setidaknya sudah tercatat hampir 200 fintech tidak resmi atau ilegal. Sementara Komisi XI DPR dalam beberapa kali rapat sering mengingatkan agar OJK tetap melakukan pengetatan pengawasan dan penindakan. Bahkan bila perlu, kata Bamsoet, tak hanya ditutup izin usaha dan operasinya, tetapi juga perlu menempuh langkah hukum terhadap fintech illegal agar timbul efek jera.

 

“Kita tak ingin perkembangan teknologi yang memudahkan transaksi pembayaran di masyarakat, khususnya para pelaku UMKM justru dimanfaatkan oleh fintech illegal demi mengeruk keuntungan dengan cara-cara kotor,” tambahnya. Baca Juga: Blokir 803 Aplikasi, Pemerintah Diminta Proaktif Cegah Fintech Ilegal

 

Belum perlu

Terpisah, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) David ML Tobing mengatakan kewenangan mengawasi aktivitas fintech di tangan OJK. Namun bagi David, peraturan yang diterbitkan OJK sudah cukup memadai dalam menjatuhkan sanksi terhadap entitas yang menjalankan fintech tidak sesuai prosedur atau ilegal. Apalagi, OJK melalui Satgasnya telah menjatuhkan pemberian sanksi mulai administratif hingga penghentian aktivitas kegiatan usaha.

 

“Soal perlu atau tidaknya fintech diatur setingkat UU belum perlu sepanjang peraturan lembaga yang memiliki otoritas telah mampu memberi efek jera terhadapfintech ‘nakal’. Tidak semua pengaturan suatu kegiatan diatur UU,” ujarnya.

 

Sementara Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan kemudahan transaksi layanan  fintech tidak terlepas dari persoalan perlindungan data pribadi konsumen yang perlu diperhatikan. “Pengaturan fintech terlepas diatur dalam UU atau peraturan lembaga harus menjamin perlindungan data pribadi konsumen,” kata Sukamta.  

 

Menurutnya, perlindungan data pribadi konsumen perlu dibuat mekanismenya. Sebab, persoalan data digital kerap menghantui para penggunanya sebagai konsumen. Misalnya, data pribadi yang diberikan ketika menggunakan layanan fintech. “Awalnya bisa saja hanya berupa gateway, lalu beralih jadi e-money, dan bisa jadi nanti berbentuk mata uang baru (bitcoin). Kerentanan terhadap mata uang, berarti ancaman bagi kedaulatan bangsa,” ujarnya. Baca Juga: Pentingnya RUU Perlindungan Data Pribadi Segera Dibahas

Tags:

Berita Terkait