Dua Lawyer Saipul Jamil Tersangka, Diduga Suap "Korting" Vonis
Utama

Dua Lawyer Saipul Jamil Tersangka, Diduga Suap "Korting" Vonis

Sumber uang diduga dari hasil penjualan rumah Saipul Jamil.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Foto: RES
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Foto: RES
Setelah melakukan gelar perkara atas hasil operasi tangkap tangan (OTT) panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Dua diantaranya adalah Bertha Natalia Kariman (BN) dan Kasman Sangaji (K) yang merupakan anggota dan ketua tim pengacara pedangdut Saipul Jamil.

Selain Bertha dan Kasman, kakak Saipul, Samsul Hidayatullah (SH) juga ditetapkan sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, kedua pengacara dan kakak Saipul diduga menyuap panitera PN Jakarta Utara, Rohadi. "Diduga menginginkan pengurangan (putusan)," katanya di KPK, Kamis (16/6).

Kasus Saipul baru saja diputus di PN Jakarta Utara. Saipul didakwa melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak. Saipul didakwa secara alternatif dengan Pasal 82 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 290 KUHP, atau 292 KUHP. Jaksa menuntut Saipul tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan Pasal 82 UU Perlindungan Anak.

Namun, majelis hakim yang diketuai Ifa Sudewi memilih membuktikan dakwaan alternatif ketiga, yaitu Pasal 292 KUHP. Alhasil, majelis menghukum Saipul dengan pidana penjara selama tiga tahun. Ternyata, di balik pengurangan hukuman tersebut diduga terjadi tindak pidana penyuapan terhadap panitera PN Jakarta Utara.

Basaria menyebutkan, uang suap yang diduga diberikan kepada Rohadi berjumlah Rp250 juta dari komitmen fee sebesar Rp500 juta. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, uang itu diduga bersumber dari Saipul. "Memang dari terdakwa SJ. Jadi, dia sampai menjual rumahnya untuk ini, tapi belum kita lakukan pengembangan," ujarnya.

Lantas, mengapa Saipul belum ditetapkan sebagai tersangka? Basaria mengaku pihaknya masih melakukan pengembangan. "Penetapan tersangkanya itu, penyidik akan melakukan pemeriksaan dulu terhadap yang bersangkutan. Mengingat statusnya dalam tahanan, tentu kita perlu koordinasi dengan sejumlah pihak, seperti Kejaksaan," imbuhnya.

Dalam OTT kemarin, KPK mengamankan tujuh orang dari empat lokasi terpisah. Bermula sekitar pukul 10.40 WIB, KPK mengamankan Bertha dan Rohadi bersama uang Rp250 juta yang dibungkus dalam plastik merah di daerah Sunter. Lalu, KPK bergerak ke tiga lokasi lain untuk mengamankan Kasman, Samsul, dan Dolly Siregar (panitera pengganti perkara Saipul).

Samsul diamankan di rumahnya di Tanjung Priok sekitar pukul 13.00 WIB, sedangkan Kasman diamankan di Bandara Soekarno-Hatta pada malam harinya. Kemudian, KPK berangkat lagi ke kantor PN Jakarta Utara untuk mengamankan Dolly sekitar pukul 18.00 WIB. Pasca pemeriksaan, Dolly bersama dua orang sopir diperbolehkan pulang.

Sementara, empat orang lainnya, Bertha, Kasman, Samsul, dan Rohadi tetap tinggal di KPK. Setelah melakukan gelar perkara, KPK memutuskan untuk meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan. KPK juga menetapkan Bertha, Kasman, Samsul, dan Rohadi sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Bertha, Kasman dan Samsul ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a, b atau Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Rohadi ditetapkan sebagai penerima suap dan dijerat Pasal 12 huruf a, b atau Pasal 11 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Setelah OTT, pengacara Saipul, Nazaruddin Lubis bersama timnya menyambangi KPK untuk memastikan kondisi koleganya, Bertha yang ditangkap KPK. Ia mengaku, belum mengetahui pasti mengenai kebenaran Kasman ikut tertangkap KPK. Walau begitu, ia memang kesulitan menghubungi Kasman sejak kemarin.

"Kehadiran saya untuk memastikan nasib klien kami. Tim lawyer kami juga diduga telah tertangkap, makanya saya datang untuk melihat kondisi terakhirnya seperti apa. Kami akan menanyakan langsung apa yang terjadi sebenarnya ke KPK. Sebab, jujur, saya shock dan tidak mengetahui," ucapnya.

Terkait dugaan penyuapan, Nazaruddin menegaskan dirinya tidak tahu-menahu. Sebab, tim pengacara yang menangani kasus Saipul berasal dari kantor hukum yang berbeda-beda. Ia sendiri dari kantor hukum Nazaruddin Lubis & Partners. Ia juga tidak mengenal Rohadi karena Rohadi bukan panitera dalam perkara Saipul.

"Kami tidak pernah tahu. Kami mendampingi Saipul terdiri dari lima kantor pengacara. Jadi, saya hanya murni masalah hukum, hukum acaranya, pendapat-pendapat hukum. Tapi, kalau untuk masalah hal-hal seperti ini, saya sama sekali tidak tahu. Saya beda (dengan Bertha), saya dari kantor pengacara Nazaruddin Lubis & Partners," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Ifa Sudewi menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap Saipul. Hakim menganggap Saipul terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana  sebagaimana Pasal 292 KUHP. Saipul terbukti melakukan perbuatan cabul dengan orang dari jenis kelamin yang sama yang diketahui belum dewasa.

Hakim menyayangkan perbuatan Saipul. Pasalnya, peraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (FH UBK) ini adalah seorang public figur yang dikenal luas dan memiliki banyak pengikut di masyarakat, sehingga mungkin saja banyak orang di luar sana yang mmencontoh dan menjadikan Saipul sebagai seorang panutan.

Selain itu, rasa trauma yang sempat dialami oleh korban pun menjadi dasar hakim untuk memperberat hukuman Saipul. Meski begitu, hakim juga mempertimbangkan bahwa korban kini sudah menjalani hidup dengan normal dan mengaku sudah memaafkan perbuatan Saipul di muka pengadilan yang menjadi hal meringankan bagi Saipul.

Putusan tiga tahun pidana penjara ini memang bisa dibilang lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan penuntut umum. Tepat satu minggu sebelum sidang putusan, Selasa (7/6), jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Dado Achmad Ekroni dan Yansen Dau menuntut agar Saipul divonis tujuh tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp100 juta.

Tuntutan itu didasarkan pada Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan dakwaan pertama dalam dakwaan yang disusun secara alternatif oleh kedua penuntut umum. Namun hakim mengenyampingkan tuntutan itu, dan memilih membuktikan dakwaan ketiga terlebih dulu yaitu Pasal 292 KUHP.

Perkara yang sejak awal masuk kategori pidana khusus dengan klasifikasi perkara perlindungan anak ini pun akhirnya justru diputus dengan ketentuan pidana umum. Penuntut umum mengatakan akan memikirkan kembali untuk mengajukan upaya hukum pasca mendengar putusan dibacakan oleh hakim. 
Tags:

Berita Terkait