Akademisi Ini Usul Dua Mekanisme dalam Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundangan
Terbaru

Akademisi Ini Usul Dua Mekanisme dalam Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundangan

Kedua mekanisme tersebut adalah omnibus law dan fast track.

MR 37
Bacaan 2 Menit

“Publik yang mana dilibatkan dan bagaimana penentuannya, mungkin diperlukan lampiran khusus yg mengatur soal partisipasi itu,” tambahnya.

Hal senada juga diutarakan Lailani Sungkar. Menurutnya, secara teori partisipasi publik harus dilakukan secara meaningful participation. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan partisipasi harus memiliki tiga syarat, yaitu hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapat penjelasan atas pendapat yang diberikan. Minimnya penerapan tiga syarat tersebut memicu pembuatan UU yang tidak berlandaskan kepentingan publik.

“Belum ada formulasi yg pasti, tapi secara teori ada yg namanya meaningful participation,” ujarnya.

Pada tahap revisi UUP3 khususnya ketika membahas mengenai Omnibus Law, Lailani menyarankan untuk melibatkan akademisi, peneliti muda, dan mahasiswa untuk berdiskusi. Mengingat revisi ini lebih membahas soal teknis, sehingga memerlukan orang-orang yang berkompetensi untuk mengeluarkan masukan serta saran. Peran lembaga-lembaga hukum seperti Kemenkumham dan BPHN juga diperlukan sebagai penimbang apakah masukan dan saran akademisi dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari atau tidak.

Menurut Lailani dua tahun yang diberikan MK dapat digunakan sebagai momentum untuk mengajak diskusi publik yang berkepentingan dalam melihat kondisi di lapangan terkait penerapan UUCK. Sehingga nanti ketika masuk ke tahap revisi, akan lebih mudah mengidentifikasi hal-hal penting yang perlu diperbaiki karena dari awal sudah melakukan evaluasi terhadap penerapannya.

Tags:

Berita Terkait