Perlunya Memperjelas Pembentukan Peraturan Berbasis Elektronik
Terbaru

Perlunya Memperjelas Pembentukan Peraturan Berbasis Elektronik

Selain definisi, juga perlu memperjelas tanda tangan elektronik. Diusulkan pembentukan peraturan perundang-undangan digunakan hanya dalam keadaan darurat, tanda tangan elektonik bersifat pilihan, perlu pengaturan sistem informasi peraturan perundang-undangan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

DPR dan pemerintah belum bergerak membahas draf Revisi Undang-Undang No.15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Padahal, RUU ini sebagai bentuk respons atas Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 terkait uji formil atas UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ada beberapa hal menarik disikapi, antara lain terkait pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Bukhori menilai dalam draf RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan belum menjelaskan definisi pembentukan peraturan perundangan berbasis elektronik. Dia menerka-nerka, apakah proses pembentukan peraturan berbasis elektronik, seperti halnya virtual tanpa kehadiran fisik di ruang rapat.

“Perlu diperjelas apa yang dimaksud dengan pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik,” ujar Bukhori, Senin (28/3/2022).

Baca:

Pengaturan pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik diatur dalam Pasal 97B draf RUU. Itupun diatur dalam Pasal 97B ayat (1) yang menyebutkan, “Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dapat dilakukan berbasis elektronik”. Selain itu, pembubuhan tanda tangan dalam proses pengesahan atau penetapan dan pengundangan secara elektronik menggunakan tanda tangan elektronik yang harus tersertifikasi sesuai peraturan perundangan-undangan.

Bagi Anggota Komisi VIII DPR itu dalam upaya proses pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik mesti memperhatikan beberapa hal. Pertama, kesiapan sumber daya dan fasilitas dalam menunjang optimalnya pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik. Kedua, dalam praktiknya pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik tak boleh melemahkan hak anggota DPR untuk berpendapat.

“Karena ada keterbatasan ruang virtual dibandingkan dengan ruang nyata dalam rapat-rapat DPR.”

Ketiga,pembentukan peraturan perundangan berbasis elektronik harus dibatasi pelaksanaannya. Bila tidak dibatasi, berpotensi rawan dimanfaatkan untuk memenuhi hasrat membabi buta agar suatu peraturan perundang-undangan segera disahkan di tengah kondisi yang tidak memungkinkan. “Misalnya saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait