Ini 15 Poin Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Utama

Ini 15 Poin Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Materi muatan Perubahan UU Pembentukan Peraturan ini secara umum fokus pada pengaturan metode omnibus law.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Setelah menggelar rapat pleno di tingkat Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang (RUU) No.12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah UU No.15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Badan Legislasi (Baleg) memutuskan menindaklanjuti ke tingkat berikutnya. Keputusan itu ditempuh setelah 8 fraksi memberikan pandangan dan persetujuannya. Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) meminta agar dilakukan pendalaman terlebih dahulu.

“Apakah draf RUU tentang Perubahan Kedua UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dapat disetujui untuk dibawa ke tingkat berikutnya,” ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas saat menanyakan kepada seluruh anggota Baleg di Komplek Gedung Parlemen, Senin (7/2/2022).

Seperti diketahui, Perubahan Kedua UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan akibat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.91/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Sebab, secara formil, metode omnibus law tidak diatur dalam UU 12/2011 dan perubahannya dalam UU 15/2019.

Pimpinan Panja RUU 12/2011, Achmad Baidowi dalam laporannya mengatakan Panja memutus dan menetapkan 15 materi yang menjadi poin penting Perubahan Kedua UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pertama, perubahan terhadap Pasal 1 RUU dengan memasukan definisi omnibus law.

Yakni, “Metode Omnibus adalah metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan, dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu”.

Kedua, perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g RUU. Ketiga, perubahan Pasal 9 RUU dengan menambahkan empat ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap UU di MK oleh DPR dan pemerintah. Serta penanganan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU di Mahkamah Agung oleh pemerintah melalui kementerian/lembaga yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Keempat, perubahan bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan judul “perencanaan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus law”. Kelima, penambahan Pasal 42A RUU yang mengatur mengenai penggunaan metode omnibus law dalam penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait