Ini 15 Poin Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Utama

Ini 15 Poin Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Materi muatan Perubahan UU Pembentukan Peraturan ini secara umum fokus pada pengaturan metode omnibus law.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Keenam, perubahan Pasal 58 RUU yang mengatur pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah provinsi yang berasal dari DPRD provinsi dan dari gubernur; peraturan daerah kabupaten/kota yang berasal dari DPRD kabupaten/kota; serta peraturan kepala daerah provinsi dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Ketujuh, perubahan Pasal 64 RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1a) yang mengatur penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus law. Kedelapan, perubahan Pasal 72 dengan menambahkan ayat baru yakni ayat (1a) dan ayat (1b) mengatur mekanisme perbaikan teknis rancangan peraturan perundang-undangan yang telah disetujui bersama DPR dan presiden.

Kesembilan,perubahan Pasal 73 dengan menambahkan ayat baru yakni ayat (1) mengatur mekanisme perbaikan teknis oleh kementerian sekretariat negara dalam hal masih terdapat kesalahan ketik. Khususnya setelah RUU yang telah disetujui bersama disampaikan DPR ke presiden untuk disahkan dan diundangkan.

Kesepuluh, perubahan Pasal 95A dengan menambahkan ayat baru yakni ayat (3a) dan ayat (3b) terkait pengaturan kegiatan pemantauan dan peninjauan peraturan perundang-undangan yang dilakukan DPD dan pemerintah. Kesebelas, perubahan Pasal 96 RUU yang mengatur partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Keduabelas, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C. Ketiga pasal tersebut mengatur peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus law hanya dapat diubah dengan mengubah peraturan perundang-undangan yang dimaksud. Kemudian pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan berbasis elektronik. Selanjutnya, pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi serta evaluasi seluruh jenis dan hierarki rancangan peraturan perundang-undangan di bawah UU di lingkungan pemerintah.

“Serta evaluasi atau audit regulasi, menilai kepatuhan peraturan perundang-undangan, menyelaraskan peraturan perundang-undangan, dan memberikan rekomendasi dikoordinasikan oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Ketigabelas, perubahan Pasal 99 RUU yang menggantikan kata “peneliti” menjadi ”analis legislatif”. Keempatbelas, perubahan lampiran I RUU yang mengatur mengenai naskah akademik. Kelimabelas, lampiran II RUU yang mengatur mengenai teknis penyusunan peraturan perundang-undangan. “Masih terdapat usulan dari anggota/pimpinan Baleg terkait ketentuan Pasal 73 RUU yang menghendaki untuk dipertimbangkan agar dihapus dari naskah RUU,” katanya.

Anggota Baleg dari Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah mengatakan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menindaklanjuti putusan MK. Luluk meminta agar pengaturan partisipasi dan keterlibatan masyarakat diperhatikan sebagaimana amanat putusan MK terutama mendengarkan pihak-pihak yang terdampak langsung dari keberlakuan UU.

Anggota Baleg dari Fraksi PKS, Mulyanto menambahkan penyusunan RUU harus melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi publik, akademisi, organisasi kemasyarakatan dengan memperhatikan sebaran penduduk di seluruh Indonesia. “Kami mendorong agar setiap RUU agar dapat diakses oleh masyarakat publik, sehingga dapat dikritisi dan memberikan masukan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait