Dualisme Pengaturan Lelang Pengusahaan Jalan Tol
Oleh: Delano Dalo *)

Dualisme Pengaturan Lelang Pengusahaan Jalan Tol

Pengusahaan jalan tol tidak pernah sepi dari masalah. Selain tentang kenaikan tarif dan fasilitas jalan yang kurang layak, lelang proyek pengusahaan jalan tol juga berpotensi menimbulkan problem hukum. Apalagi jika regulasi yang diterbitkan Pemerintah saling tumpang tindih.

Bacaan 2 Menit
Dualisme Pengaturan Lelang Pengusahaan Jalan Tol
Hukumonline

 

Setelah melakukan pelelangan terbatas, panitia pelelangan menetapkan calon pemenang lelang dan Kepala BPJT mengajukan calon pemenang lelang kepada Menteri untuk ditetapkan sebagai pemengan lelang.

 

Kerjasama penyediaan infrastruktur

Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (selanjutnya disebut Perpres 67) dibentuk sebagai payung hukum bagi penyediaan infrastruktur yang bersifat lintas sektor. Lintas sektor sebagaimana dimaksud mengandung makna bahwa Perpres 67 berlaku bagi seluruh sektor infrastruktur yang menjadi lingkup pengaturan Perpres tersebut, termasuk jalan tol.

 

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengusahaan jalan tol diatur oleh PP 15 sebagai peraturan sektor jalan tol dan Perpres 67 sebagai peraturan lintas sektor penyediaan infrastruktur.

 

Pasal 4 ayat (2) Perpres 67 menyatakan bahwa: Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikerjasamakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor bersangkutan. Hal ini berarti bahwa segala ketentuan dalam Perpres 67 harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dari setiap sektor termasuk juga sektor jalan tol.

 

Karakteristik Perpres 67 adalah penyediaan infrastruktur dengan pola Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) yang diambil dari istilah Public Private Partnership (PPP). Pola KPS merupakan pola yang lebih rumit daripada penyediaan publik tanpa melibatkan sektor swasta, karena dalam pola KPS Pemerintah diwajibkan untuk mempersiapkan proyek yang akan dikerjasamakan dengan pihak swasta dengan sebaik-baiknya. Dalam pola KPS, Pemerintah dapat memberikan dukungan baik secara langsung (seperti pemberian subsidi) maupun tidak langsung (contingent liability). Selanjutnya, penetapan tarif beserta penyesuaiannya ditetapkan berdasarkan prinsip full cost recovery yaitu ditetapkan untuk memastikan tingkat pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional dan keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu.

 

Perpres 67 mengatur bahwa pengadaan Badan Usaha dalam rangka penyediaan infrastruktur dilakukan melalui pelelangan umum. Tata cara pengadaan Badan Usaha meliputi persiapan pengadaan, pelaksanaan pengadaan, penetapan pemenang dan penyusunan perjanjian kerjasama. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Badan Usaha terasebut diatur dalam Lampiran Perpres 67 yang tidak terpisahkan dari Perpres 67.

 

Dalam Lampiran Perpres 67 diatur bahwa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah selaku penanggungjawab proyek membentuk panitia pengadaan. Kemudian panitia pengadaan menetapkan jadwal pelaksanaan pengadaan, Harga Perhitungan Sendiri (HPS), dan dokumen pelelangan umum. Lalu panitia pelelangan umum melakukan pelaksanaan pengadaan yang mencakup pengumuman dan pendaftaran peserta, prakualifikasi, penyusunan daftar peserta, penyempaian undangan dan pengambilan dokumen pelelangan umum, penjelasan lelang, penyampaian dan pembukaan dokumen penawaran, evaluasi penawaran, pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan, penetapan pemenang lelang, pengumuman pemenang lelang. Pengumuman bukan berarti proses lelang selesai. Sebab setelah itu masih ada sanggahan peserta lelang dan penerbitan surat penetapan pemenang lelang.

 

Kontradiksi PP 15 dengan Perpres 67

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dalam PP 15  diatur bahwa dalam hal jumlah penawaran yang memenuhi persyaratan hanya 1 (satu), panitia pelelangan dapat melakukan negosiasi dengan penawar tersebut setelah mendapat persetujuan Menteri.

 

Sebaliknya ketentuan dalam Lampiran Perpres 67 menyatakan bahwa apabila peserta lelang yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) maka dilakukan pengumuman dan proses prakualifikasi ulang dengan mengundang peserta lelang yang baru, apabila setelah pengumuman lelang/prakualifikasi diulang ternyata tidak ada tambahan calon peserta lelang yang baru atau keseluruhan peserta lelang masih kurang dari 3 (tiga) peserta, maka Panitia Pengadaan melanjutkan proses pelelangan umum.

 

Dapat dikatakan bahwa terjadi kontradiksi atau dualisme aturan manakalan peserta yang memenuhi persyaratan hanya satu. Apakah panitia pengadaan boleh melakukan negosiasi langsung dengan penawar tersebut dengan persetujuan Menteri, atau harus melaksanakan prakualifikasi ulang?

 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilihat kembali ketentuan Pasal 4 ayat (2) Perpres 67 yaitu  segala ketentuan dalam Perpres tersebut  harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dari setiap sektor termasuk juga sektor jalan tol. Kemudian berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan bahwa Peraturan Presiden berada di bawah Peraturan Pemerintah, maka jika ada peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan, maka digunakan peraturan yang kedudukannya lebih tinggi, dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah.

 

Jadi berdasarkan alasan di atas, ketentuan Perpres 67 mengenai kewajiban untuk melakukan prakualifikasi ulang jika peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) dapat dikesampingkan karena bertentangan dengan ketentuan PP 15 yang membolehkan panitia pengadaan melakukan negosiasi dengan persetujuan Menteri jika peserta yang memenuhi persyaratan hanya satu.

 

Permasalahan berikutnya adalah bagaimana jika proyek jalan tol tersebut membutuhkan dukungan Pemerintah? Payung hukum yang mengatur pemberian dukungan Pemerintah terhadap proyek penyediaan infrastruktur adalah Perpres 67. Jadi segala ketentuan dalam Perpres 67 harus dipenuhi jika proyek tersebut membutuhkan dukungan Pemerintah. Hal ini merupakan hal yang cukup pelik yang terjadi dalam proses pelelangan Badan Usaha dalam pengusahaan jalan tol. Sampai saat ini dualisme tersebut masih menjadi perdebatan, diharapkan dapat dicari titik temu penyelesaian dualisme pengaturan tersebut.

 

----------

 

*) Penulis adalah alumnus Universitas Padjadjaran, Bandung.

 

Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. Definisi tersebut terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (selanjutnya disebut PP 15). PP 15 ini merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang mengatur secara lebih spesifik mengenai jalan tol. Lingkup dari PP 15 mencakup pengaturan penyelenggaraan jalan tol, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), serta hak dan kewajiban badan usaha dan pengguna jalan tol.

 

Pasal 3 PP ini menegaskan bahwa wewenang penyelenggaraan jalan tol meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan dan pengawasan berada pada Pemerintah dimana sebagian wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol yang berkaitan dengan pengaturan, pengusahaan, dan pengawasan badan usaha dilaksanakan oleh BPJT. BPJT adalah badan yang dibentuk oleh Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang jalan, ada di bawah, dan bertanggung jawab kepada Menteri tersebut.

 

Lebih lanjut PP 15 tadi  mengatakan bahwa pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Badan Usaha yang memenuhi persyaratan. Dari ketentuan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengusahaan jalan tol dapat dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha atau Pemerintah dan Badan Usaha. Pengusahaan jalan tol oleh Pemerintah terutama diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tetapi belum layak secara finansial, pengusahaan jalan tol oleh Badan Usaha diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang layak secara ekonomi dan finansial, sedangkan pengusahaan jalan tol oleh Pemerintah dan Badan Usaha diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tetapi keseluruhan proyek tidak layak secara finansial

 

Keterlibatan Badan Usaha dalam pengusahaan jalan tol dilaksanakan melalui pelelangan. Pelelangan pengusahaan jalan tol seharusnya dilaksanakan berdasarkan prinsip terbuka dan transparan. Dalam rangka melaksanakan pelelangan, BPJT membentuk panitia pelelangan. Panitia inilah yang dalam praktek banyak berperan menentukan pelaksanaan lelang.

 

Pelelangan pengusahaan jalan tol dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap prakualifikasi dan tahap pelelangan terbatas bagi yang lulus prakualifikasi. Tahap prakualifikasi dilakukan untuk menilai kemampuan calon peserta pelelangan pengusahaan jalan tol yang menyangkut terutama aspek kemampuan keuangan dan kemampuan teknis yang dapat mengakomodasi kegiatan yang akan dilaksanakan, panitia pelelangan wajib melakukan evaluasi penawaran berdasarkan kriteria evaluasi yang ditetapkan dalam dokumen lelang, dalam hal jumlah penawaran yang memenuhi persyaratan hanya 1 (satu), panitia pelelangan dapat mengadakan pelelangan ulang atau panitia pelelangan dapat melakukan negosiasi dengan penawar tersebut setelah mendapat persetujuan Menteri.

Tags: