Ekonom Tolak Pernyataan KPK Hambat Investasi
Berita

Ekonom Tolak Pernyataan KPK Hambat Investasi

Kehadiran KPK justru berbanding lurus dengan membaiknya indeks persepsi korupsi dan EoDB Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti, yang menegaskan bahwa korupsi menghambat performa ekonomi. Tata kelola kelembagaan yang lemah cenderung mendorong terjadinya korupsi, menghambat perbaikan performa ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.

 

(Baca: Polemik UU KPK Hasil Revisi Dikhawatirkan Ganggu Iklim Investasi)

 

Korupsi, ketidaktransparanan dan ketidakstabilan kebijakan ekonomi, serta lembaga pemerintah yang tidak efisien akan meningkatkan resiko dan ketidakpastian lingkungan bisnis sehingga mengurangi aliran modal asing yang masuk karena korupsi di lembaga pemerintah akan mendistorsi investasi publik.

 

“Korupsi itu menghambat performa ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, GDP, dan akan mendistorsi masuknya investasi asing ke Indonesia,” katanya pada acara yang sama.

 

Padahal, lanjutnya, salah satu penilaian bagi investor untuk masuk ke Indonesia adalah faktor penegakan hukum dan perizinan yang bersih dari korupsi.

 

Faisal menambahkan jika korupsi juga berdampak pada pembangunan yang rapuh. Praktik korupsi tidak akan membuat pembangunan menjadi sehat, berkualitas, dan berkelanjutan. Rencana pembangunan jangka panjang yang terukur tidak menjadi kepedulian koruptor. Akibatnya, fondasi pembangunan rapuh.

 

“Kondisi seperti itulah yang terjadi sekarang. Investasi cukup banyak tetapi hasilnya hanya pertumbuhan sekitar 5%. Semua yang kita bangun membutuhkan dana lebih besar, sekitar 50 persen lebih banyak ketimbang di negara-negara tetangga dan di masa Orde Baru sekalipun,” ungkap Faisal.

 

Sementara di sisi lain, kemampuan negara untuk membiayai kebutuhan negara tumbuh merayap. Sehingga untuk memacu pertumbuhan, pemerintah mengambil kebijakan untuk berutang. Porsi utang atau dana luar negeri semakin besar namun kemampuan negara menghasilkan devisa tidak meningkat. Hal ini membuat Indonesia rentan menghadapi gejolak eksternal.

 

“Penerimaan pajak jalan juga di tempat. Bukan karena potensi pajak kita rendah, melainkan karena penggelapan pajak masih merajalela. Para koruptor mengamankan uangnya di luar negeri, membuat kita semakin kekurangan “darah segar” untuk menggerakkan pembangunan,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait