Eksekusi Putusan Perdata Sulit Dijalankan? Simak Penjelasan Hakim Ini
Berita

Eksekusi Putusan Perdata Sulit Dijalankan? Simak Penjelasan Hakim Ini

Berharap ada perubahan pada aspek regulasi, khususnya revisi hukum acara perdata.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Eksekusi putusan hakim dalam perkara perdata dan agama menjadi salah satu masalah yang sering dikeluhkan pencari keadilan. Eksekusi adalah bagian dari proses penanganan perkara yang tak lepas dari tanggung jawab pengadilan. Selain keragamannya, eksekusi menghadapi tantangan di lapangan karena beragam sebab. Sebut misalnya, kekhawatiran terhadap gangguan keamanan jika eksekusi dipaksakan.

Masalah-masalah eksekusi putusan perdata telah menjadi intisari diskusi yang diselenggarakan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan Internatonal Development Law Organization di Jakarta, Kamis (4/10). Diskusi ini sekaligus peluncuran ‘Asesmen Awal Permasalahan Eksekusi Putusan Perkara Perdata di Indonesia’. Asesmen ini dilaksanakan selama lima bulan (April-September 2018) dengan melakukan studi lapangan di total 14 pengadilan pengadilan negeri dan pengadilan agama.

Peneliti LeIP menemukan fakta tentang sejumlah persoalan yang muncul dalam eksekusi putusan perkara perdata. Dalam eksekusi perkara keluarga, mislanya, ditemukan fakta tentang tidak adanya mekansme yang mampu memastikan pembayaran nafkah anak dan/atau nafkah isteri oleh tergugat. Selain itu, tidak ada mekanisme yang mengikat pihak ketiga (instansi tempat permohonan bekerja) untuk memastikan eksekusi pembayaran nafkah oleh termohon yang mangkir.

Faktor yang menyebabkan persoalan dalam eksekusi perkara perdata tidak tunggal. Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu Siswandriyono menjelaskan, di forum diskusi tersebut, sejumlah faktor. Pertama, ada persoalan pada regulasinya. Contoh, parate eksekusi dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Multitafsir antara lain mengenai Penjelasan Umum angka 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan (3) UU Hak Tanggungan.

Dalam Penjelasan Umum dijelaskan salah satu ciri hak tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya jika debitor cedera janji. Walaupun secara umum ketentuan ekskusi telah diatur dalam hukum acara perdata, dipandang perlu memasukkan secara khusus ketentuan eksekusi pada UU Hak Tanggungan. Dinyatakan bahwa pada sertifikat hak tanggungan dibubuhkan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuannya untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 14 UU Hak Tanggungan menyebutkan bahwa sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sertifikat dimaksud memuat irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

Ketentuan ini, jelas Siswandriyono, mencampuradukkan antara eksekusi berdasarkan titel eksekutorial dengan parate eksekusi. Pendampuradukan kedua konsep itu bisa menghambat jalannya eksekusi. Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi kreditor, saran dia, Pemerintah dan DPR perlu meninjau ulang UU Hak Tanggungan agar ada kepastian hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait