Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengundang Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia (Peradi-SAI) untuk menghadiri focus group discussion (FGD) dan memberikan masukan mengenai RUU Hukum Acara Perdata di DPR RI, Gedung Nusantara IV pada Senin (4/7).
Hadir mewakili Peradi-SAI, yaitu Wakil Ketua Umum, Jhon S.E. Panggabean S.H., M.H.; Ketua Komite Pendidikan dan Berkelanjutan, Dewi Savitri Reni, S.H., LL.M.; dan anggota, Joseph Hendrik, S.H., LL.M.
FGD tersebut juga mengundang sejumlah narasumber, seperti Perwakilan dari Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung RI, Syamsul Maarif, S.H., LL.M., Ph.D.; Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Ferry Wibisono S.H., C.N.; dan Ketua Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata, Dr. Asep Iwan Iriawan, S.H., M.H.
Dalam sambutannya, Pimpinan Komisi III DPR RI, Dr. Ir. Adies Kadir S.H., M. Hum. menyampaikan harapannya agar FGD dapat menyempurnakan hukum acara perdata, sehingga dapat menampung perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat; dengan memperhatikan prinsip maupun asas-asas hukum acara perdata yang berlaku.
Empat Usulan Peradi-SAI
FGD berfokus pada adaptasi perkembangan informasi teknologi, peranan institusi kejaksaandalam revisi UU Hukum Acara Perdata, dan arah pengaturan dalam revisi UU Hukum Acara Perdata. Pada FGD ini, PERADI SAI mendapatkan kesempatan untuk mengajukan beberapa usulan terhadap revisi UU Hukum Acara Perdata sebagai berikut:
Pertama, tujuan dari Hukum Acara Perdata perlu diperbaharui. Hukum Acara Perdata seharusnya efektif dan efisien demi keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Namun, faktanya proses beracara masih sangat panjang dan tidak efisien; bahkan setelah adanya UU Mahkamah Agung dan PERMA terkait e-court.
Kedua, tujuan beracara adalah untuk mendapatkan putusan, yang bermuara pada pelaksanaan dari putusan tersebut. Namun, masih sangat banyak kendala dalam rangka pelaksanaan putusan eksekusi. Termasuk, adanya ketentuan dalam UU Perbendaharaan Negara No. 1 Tahun 2004 yang melarang penyitaan terhadap aset-aset negara. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang berperkara terhadap lembaga pemerintah maupun BUMN/BUMD, yang telah dimenangkan dengan putusan yang sudah in kracht tidak dapat melaksanakan eksekusi karena ketentuan tersebut. Hal ini harus dicari solusinya dan diberikan kepastian hukumnya dalam RUU Hukum Acara Perdata.