Fenomena Aset Kripto: Antara Risiko dan Rendahnya Literasi Konsumen
Utama

Fenomena Aset Kripto: Antara Risiko dan Rendahnya Literasi Konsumen

Tantangan yang pesat dari perkembangan keuangan digital harus dibarengi degan landasasan pemahaman dan respons kebijakan yang tepat.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Ledakan teknologi digital yang bertemu dengan potensi pasar yang besar di Indonesia memiliki tantangan tersendiri bagi otoritas keuangan. Namun, kondisi tersebut berisiko terhadang oleh ekses negatif kejahatan dunia digital.

Deputi Komisioner Stablitas Sistem Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agus Edy Siregar, menyampaikan pihaknya telah membentuk OJK Infinity yang mengembangkan regulatory sandbox.

“Ini mengarahkan teman-teman generasi muda dalam memitigasi ekses negatif dari inovasi tersebut. Selain itu regulatory sandbox ini juga sebagai sarana koordinasi antara lembaga pengawas dalam bidang inovasi digital tersebut,” kata Agus dalam Keunote Speech dalam Virtual Seminar NFT: Antara Blockchain dan Cryptocurrency: Risk & Opportunity” pada Kamis (24/2).

Untuk diketahui, hingga Januari 2022, OJK mencatat perkembangan inovasi digital yang berada di bawah pengawasan OJK tumbuh pesat. Dalam regulatory sandbox ada 12 kategori inovasi digital. Di antaranya meliputi 83 inovasi keuangan digital yang memberikan kontribusi sebesar Rp90 miliar lebih ke perekomomian sejak 2018. (Baca Juga: Ragam Larangan bagi Penyelenggara Jasa Keuangan dalam Transaksi Aset Kripto)  

Lalu peer to peer lending ada 113 platform, dengan peminjam berjumah 73,2 rekening, dan yang tersalurkan mencapai lebih dari Rp295 triliun, naik dari tahun sebelumnya hampir 90 persen. Kemudian dari securities crowdfunding, ada 7 platform yang telah menghimpun dana sekitar Rp473 miliar dengan jumlah pemodal sebanyak lebih dari 96 ribu entitas.

“Oleh karena itu kita harus cepat mengoptimalkan potensi ekonomi digital di Indonesia karena kalua kita terlambat meningkatkan daya saing ekonomi digital kita, maka Indonesia akan terus menjadi pasar bagi produsen asing. Tentunya kita tidak berharap kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri,” pungkas Agus.

Meski begitu, tantangan yang pesat dari perkembangan keuangan digital harus dibarengi degan landasasan pemahaman dan respons kebijakan yang tepat. Secara umum OJK melihat tantangan keuangan digital terkait dengan aspek jangkauan koneksi digital yang masih terbatas. Ini terkait infrastruktur di daerah remote dan pedesaan. Lalu tingkat literasi digital yang masih rendah bagi masyarakat yang masih dikategorikan sebagai unbankable.

Tags:

Berita Terkait