Hak Asuh Anak Akibat Perceraian dalam Perkawinan Campuran
Utama

Hak Asuh Anak Akibat Perceraian dalam Perkawinan Campuran

Perceraian dalam perkawinan campuran, anak berhak memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya. Jika anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya WNI, demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah wajib mengurus status kewarganegaraan RI bagi anak tersebut.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi hak asuh anak. HGW
Ilustrasi hak asuh anak. HGW

Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebut perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun demikian, tak jarang dalam perjalanan sebuah perkawinan ada berbagai persoalan yang menyulut perselisihan yang berujung pada perceraian.

Praktisi Hukum, Ike Farida, mengatakan perceraian salah satu masalah pelik yang juga kerap dialami pelaku perkawinan campuran. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi pasangan kawin campur bila mengalami perceraian. Secara prinsip, UU Perkawinan mempersulit terjadinya perceraian bila tidak memiliki alasan yang kuat.

Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Ike menyebutkan ada beberapa alasan perceraian dan harus dilakukan melalui putusan pengadilan.

Pertama, salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lainnya yang sukar disembuhkan. Kedua, salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya/kemampuannya. Ketiga, salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

Keempat, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain. Kelima, salah satu pihak cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. Keenam, antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukum lagi dalam rumah tangga (lihat Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975).  

“Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tidak diberi nafkah lahir-batin, salah satu pasangan pemabuk bisa jadi alasan untuk gugat cerai ke pengadilan,” kata Ike dalam dialog bertema “International Marriage (Perkawinan Campuran) Part 2” yang diunggah di kanal youtube Ike Farida.

Bila pilihan terakhir perceraian, Ike mengingatkan hal yang perlu disiapkan untuk mengajukan gugatan perceraian, antara lain kartu identitas, KTP, SIM, atau paspor. Lalu, pihak yang mengajukan cerai (penggugat) harus menulis daftar saksi yang akan bersaksi di pengadilan. Misalnya, jika alasan cerai adalah KDRT, maka harus ada dokumentasi bekas kekerasan atau bisa juga meminta saudara yang tinggal di rumah ketika kekerasan itu terjadi diminta menjadi saksi.

Tags:

Berita Terkait