Hak Budget Tak Lagi di Kantong DPR
Utama

Hak Budget Tak Lagi di Kantong DPR

Amandemen UUD 1945 memang telah banyak membuat perubahan besar dalam sistem kenegaraan Indonesia. Baik perubahan yang disadari maupun yang tidak disadari. Salah satu perubahan yang diyakini tidak disadari dalam proses amandemen UUD 45 adalah hilangnya hak budget atau hak DPR untuk menyusun anggaran.

Amr
Bacaan 2 Menit
Hak Budget Tak Lagi di Kantong DPR
Hukumonline

Sayangnya, kebiasaan untuk meniadakan ketentuan ICW tersebut dilestarikan dalam sejumlah UU APBN di era reformasi, mulai dari pemerintahan Habibie hingga Megawati. Di era ini, ada kecenderungan prinsip utama lebih diarahkan kepada sisi penerimaan dari rancangan anggaran negara.

<b>Penyimpangan hak budget</b>

Ronny berpendapat hal tersebut tidak tepat karena sisi penerimaan negara sifatnya tidak pasti dan tidak dapat diperhitungkan. Hanya pihak eksekutif yang memiliki kemampuan untuk menghitung jumlah penerimaan negara, tegasnya. Ronny menilai bahwa hal ini dapat dikategorikan sebagai penyimpangan dalam pelaksanaan hak budget oleh DPR.

Kejadian tentang campur tangan pihak parlemen terhadap penerimaan negara, seperti penjualan saham BCA ke pihak Farallon Capital atau persetujuan atas sejumlah saham-saham milik BUMN merupakan contoh dari ketidaktepatan penggunaan filosofi hak budget.

Lebih jauh, dalam disertasinya Ronny mendapati bahwa prinsip utama hak budget berubah dengan tidak diakuinya lagi hak budget dalam UUD 45. Hal ini, Jelasnya, karena melalui perubahan Keempat UUD 45, pada Aturan Tambahan Pasal II, tidak dikenal lagi adanya Penjelasan UUD 45. Selama ini, hak budget ada karena diatur dalam Penjelasan UUD 45.

Ronny berkesimpulan bahwa anggota Panitia Ad Hoc Badan Pekerja MPR yang melakukan amandemen terhadap UUD 45, tidak menyadari dampak dari dihapuskannya Penjelasan UUD 45. Kesimpulan itu diambil setelah ia melihat risalah sidang PAH BP MPR yang ternyata tidak menyinggung sedikitpun soal kemungkinan hilangnya hak budget itu dari DPR.

Ronny berpandangan bahwa belum sesuainya penggunaan hak budget karena beberapa faktor yaitu adanya penafsiran terhadap Pasal 23 ayat (1) UUD 45 dan konstitusi tidak mengatur secara tegas tentang apa yang dimaksud anggaran negara. Hal itu menimbulkan penafsiran masing-masing anggota DPR dalam menggunakan hak budget.

Di sisi lain, ia menganggap bahwa tidak berjalannya hak budget sebagaimana mestinya karena adanya sistem di parlemen yang membuat ketidakberdayaan DPR dalam menggunakan hak budgetnya. Misalnya, selama ini Tata Tertib DPR tidak pernah mengatur tentang sifat materiil dari hak budget, yaitu menerima atau menolak rancangan anggaran negara yang diusulan pemerintah.

Terhadap faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya hak budget sesuai UUD 45, ia mengusulkan sejumlah saran dan rekomendasi. Pertama, memperbaiki tatib DPR dengan mengatur hal-hal yang bersifat formil maupun materiil dari hak budget. Kedua, untuk meningkatkan peran anggota dalam menggunakan hak budget, maka perlu adanya peningkatan kualitas anggota DPR yang duduk di Panitia Anggaran.

Dewan penguji Senat Guru Besar FHUI yang dipimpin oleh Prof. Valerine J. Kriekhoff memutuskan untuk memberikan judisium sangat memuaskan terhadap disertasi Ronny. Selanjutnya, pihak Senat Guru Besar FHUI menganugerahi gelar doktor bidang hukum kepada Ronny.

Sebuah penelitian mengungkapkan betapa kebiasaan buruk yang kerap dilakukan pemerintah Soeharto dalam hal menyusun anggaran negara, dilanjutkan di era reformasi. Prinsip utama dalam menyusun anggaran yaitu untuk membatasi pengeluaran negara terlampau sering diabaikan. Bedanya, pada era Soeharto, pihak eksekutif yang melalaikannya. Dan, di era reformasi, oleh pihak legislatif.

Temuan ini dipaparkan dalam sebuah disertasi berjudul Penggunaan Hak Budget dalam Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Studi Kasus Fungsi Anggaran dalam Rangka Proses Demokratisasi di Indonesia), yang dipertahankan oleh Ronny S.H. Bako dihadapan Senat Guru Besar Fakultas Hukum UI, Depok (4/09).

Dalam disertasinya, Ronny yang sehari-harinya adalah peneliti pada Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi (P3I) Sekretariat Jenderal DPR, menemukan bahwa hak budget tidak pernah dilaksanakan sesuai dengan filosofinya yang tertuang dalam pasal 23 ayat (1) jo. penjelasan pasal 23 ayat (1) UUD 45.

Selama ini, prinsip utama hak budget tertuang dalam produk hukum warisan Belanda yaitu pasal 24 Indonesische Comptabiliteitswet (ICW), yang berbunyi, pengeluaran-pengeluaran di luar atau melampaui anggaran tidak diperbolehkan. Hak begrooting ala Belanda yang dimiliki DPR inilah yang kemudian diadopsi dalam penjelasan pasal 23 ayat (1) UUD 45.

Di zaman Soeharto, hak budget tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena saat itu kekuasaan lebih berat di pihak eksekutif. Hal ini didasarkan atas tidak pernahnya DPR menolaksetiap rancangan anggaran negara yang diusulkan pemerintah. Di sisi lain, ada kecenderungan pemerintah meniadakan ketentuan pasal 24 ICW yang justeru menjadi kunci dari prinsip utama hak budget selama ini.

Tags: