Hakim Konstitusi Arief Hidayat: 3 Kosmologi Negatif Pengujian Syarat Usia Capres-Cawapres
Utama

Hakim Konstitusi Arief Hidayat: 3 Kosmologi Negatif Pengujian Syarat Usia Capres-Cawapres

Antara lain soal penjadwalan sidang terkesan lama dan ditunda, pembahasan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH), dan penarikan perkara No.90/PUU-XXI/2023 dan No.91/PUU-XXI/2023 tapi tetap dilanjutkan.

Ady Thea DA
Bacaan 6 Menit

Keganjilan dan keanehan alias kosmologi negatif yang dirasakan Arief sedikitnya meliputi 3 hal. Pertama, penjadwalan sidang terkesan lama dan ditunda. Proses persidangan pasca persidangan perbaikan permohonan menuju pemeriksaan persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden terkesan terlalu lama.

Bahkan memakan waktu hingga 2 bulan, yakni pada Perkara No.29/PUU-XXI/2023 dan 1 bulan pada perkara No.51/PUU-XXI/2023 dan No.55/PUU-XXI/2023. Meskipun hal ini tidak melanggar hukum acara, tapi penundaan perkara berpotensi menunda keadilan dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri (justice delayed, justice denied).

Kedua, pembahasan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). Dalam RPH yang berlangsung 19 September 2023 untuk pengambilan putusan terhadap perkara No.29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 Ketua sekaligus hakim konstitusi Anwar Usman tidak hadir.

Informasi yang diperoleh Arief dari Wakil Ketua MK, Anwar Usman tak hadir lantaran menghindari potensi konflik kepentingan (conflict of interest) karena perkara yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal menjadi capres-cawapres, di mana kerabat Anwar berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024. Alhasil, mayoritas hakim dalam ketiga perkara itu menolak permohonan.

Kejanggalan semakin terkuak dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023 dan No.91/PUU-XXI/2023 dengan isu konstitusionalitas yang sama. Yaitu syarat minimal usia capres-cawapres. Arief mengatakan, Anwar Usman ikut membahas dan memutus kedua perkara tersebut. Sementara untuk perkara 90/PUU-XXI/2023 amarnya ‘dikabulkan sebagian’. Bagi Arief, hal itu merupakan tindakan di luar nalar yang tak bisa diterima oleh penalaran yang wajar.

Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu kemudian mempertanyakan tindakan Anwar Usman itu dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Setelah dikonfirmasi, ternyata ketidakhadiran Anwar Usman dalam pembahasan dan pengambilan keputusan perkara 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 lebih dikarenakan alasan kesehatan dan bukan untuk menghindari konflik kepentingan sebagaimana disampaikan Wakil Ketua pada RPH terdahulu.

Dalam memutus perkara No.90/PUU-XXI/2023, Arief berpendapat putusan diambil dengan komposisi yang selama ini belum pernah terjadi. Sebanyak 3 orang hakim mengabulkan sebagian dengan memaknai syarat usia tetap 40 tahun sepanjang dimaknai berpengalaman sebagai pejabat negara yang dipilih (elected official. Misal, berpengalaman sebagai Gubernur/Bupati/Walikota. Kemudian 2 orang hakim mengabulkan sebagian dengan alasan yang berbeda terkait pertimbangannya, yakni hanya terbatas berpengalaman sebagai Gubernur.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait